Kedai Kopi Impian
Oleh: Nastain
Feri adalah salah satu anak yang memiliki badan ideal, tidak terlalu tinggi dan juga tidak pendek. Dengan gaya rambut yang simpel dan kulit sawo matang itu dia berhasil meluluhkan beberapa cewek dengan mudah. Dia hidup di salah satu daerah pegunungan, jarak antara tempat tinggalnya dengan kota lumayan jauh, sekitar satu jam lebih. Tak hanya itu, Feri juga berpenampilan trendi yang menjadi daya tarik tersendiri bagi dirinya. Dengan latar belakang yang memenuhi Feri mampu membeli segala hal yang dia butuhkan.
Ia adalah seorang barista, kebiasaannya setiap hari meracik kopi sampai menemukan rasa yang sesuai dengan lidahnya, tak hanya itu ia juga memproses kopi mulai dari ditanam hingga siap disajikan. Dia sangat senang bercengkrama dengan komoditas kopi, apalagi kalau ditemani seseorang yang dia cintai, rasanya dunia sudah menjadi miliknya. Di daerahnya potensi alam cukup memadai, terutama di dunia pariwisatanya yang sangat dikenal, baik di luar daerah bahkan sampai ke luar negeri.
Selain itu, ia merupakan seseorang yang memiliki jiwa bisnis tinggi. Bagaimana tidak, dengan umur yang tergolong masih sangat muda, ia sudah memiliki aset kedai kopi di daerahnya. Kedai kopi itu dibangun atas dasar hobi yang sama dengan kawan-kawannya, yakni Faisal, Basri, dan Fendi sudah berteman sejak lama. Yaa, bisa dibilang mereka sesama pecinta kopi di daerahnya. Dengan gigih mereka mempelajari lebih dalam mengenai kopi sampai akhirnya memutuskan untuk membuat kedai kopi bersama. Kedai kopi tersebut adalah kedai kopi pertama yang ada d idaerah itu.
Flashback on
Pada sore itu, mereka berempat sedang ngopi santai di rumah Feri, sambil mendiskusikan projek untuk kedepannya.
“Kalo gini gini aja, kopi di daerah kita tidak bisa dikenal di luar kota. Ada saran apa gitu ga fren?” Ucap Feri kepada ketiga temannya itu.
“Iya juga sih, tapi gimana ya?” Faisal dengan nada bingung sambil mencoba berpikir.
“Bentar aku punya ide, bagaimana kalau kita membuat kedai kopi. Kebetulan kan di daerah kita tercinta ini belum ada tuh…warung buat ngopi kaya di kota-kota. Apalagi wisatawan yang datang kesini makin hari makin banyak, kayanya ini akan menjadi salah satu tempat yang dijadikan tujuan mereka,” jelas Fendi panjang.
“Ide bagusss!! Langsung gas aja nih,” ucap Feri dengan nada keras.
“Setuju!! Yok kapan agendakan buat nyusun projek ini?” Tanya Basri kepada temannya dengan bersemangat.
Feri berfikir sejenak,
“Besok langsung aja, pas hari minggu libur. Kalo sekarang waktunya ga nyampe udah malem juga,” katanya.
Esoknya setelah merencanakan projek yang akan mereka lakukan itu, mereka berempat mendapatkan titik temu dan hasil dari diskusinya. Agenda selanjutnya yang akan mereka lakukan yaitu mengundang salah satu arsitektur untuk merancang bangunan yang nantinya akan dibuat menjadi bar. Feri dan kawan-kawan turun tangan sendiri untuk membantu dalam pembangunan kedai tersebut. Awalnya mereka ragu akan melakukan hal itu sendiri. Tapi salah satu dari mereka yaitu Basri sudah terbiasa dengan pekerjaan tersebut. Karena di tempat tinggalnya itu dia sudah menjadi tukang atau bisa dibilang arsitektur.
Lokasi yang akan mereka pakai untuk dijadikan sebuah kedai itu terletak di salah satu hutan pinggir jalan. Dengan izin kepada pihak perhutani, karena dari sekian banyak tanah yang mereka punya itu tidak ada yang memiliki lokasi strategis dengan jalan. Setelah melalui beberapa tahapan perizinan dengan pihak perhutani pun berjalan dengan lancar. Diiringi doa dan semangat yang membara, yang ada dipikiran mereka, ingin memajukan komoditas kopi di daerahnya. Esoknya mereka berangkat sesuai kesepakatan awal pada saat diskusi yaitu jam 8 pagi untuk pergi lokasi tersebut. Feri yang biasanya bangun agak siang, dia sekarang bangun lebih awal untuk mengejar cita-citanya menjadi bos.
Saat istirahat mereka membincangkan hal kedepannya, yaitu mengenai alat-alat yang akan dipakai setelah kedai itu jadi. Karena dengan dana yang sangat minim mereka tidak mungkin membeli alat-alat kopi.
“Eh nanti kalo kedai ini sudah jadi, untuk alat-alatnya gimana? Kalo beli ga memungkinkan deh,” tanya Faisal sambil mengusap keringat di keningnya.
“Gimana kalo fasilitas di sini nanti kita sukarela atau minjem punya kita sendiri,” usul Basri. “Kebetulankan kita semua punyalah, walaupun masih menggunakan alat manual.” Lanjutnya.
“Bisa si. Nanti kalau kedai ini sudah bisa menghasilkan, uangnya untuk membeli semua fasilitas termasuk alat-alat itu tadi,” kata Feri.
“Kalau perlu yang mahal sekalian,” lanjutnya.
“Hahaha.. bolehh juga tuh idemu,” ucap Bisri sambil melihat wajah Feri dengan tawa lepas.
Seiring berjalannya waktu, dua minggu berlalu mereka jalani dengan penuh semangat dan gairah yang membara, terciptalah sebuah bangunan yang akan dijadikan kedai kopi pertama di daerah tersebut. Berkat kerja keras, kompak, dan saling bertukar pikiran. Akhirnya mimpi mereka tercapai, bisa mendirikan tempat yang bisa dijadikan tempat bertukar cerita, menikmati kopi di hutan tropis dan sekaligus menjadi wadah pemasaran untuk komoditas kopi di daerah tersebut. Harapan besarnya bisa memajukan daerah mereka dengan kreativitas yang tinggi. Rasanya ingin membuat sebuah ceremony atas pencapaian yang sudah didapat. Ini bukanlah akhir dari perjalanan mereka. Ini baru langkah awal untuk menuju sukses.
Setelah semuanya selesai dibangun, mereka menata tempat yang masih sangat berantakan.
Di pagi hari mereka sedang berdiskusi mengenai konsep kedai yang akan dibuat untuk bisa menarik pengunjung dan nyaman untuk dikunjungi.
“Menurutku kalo konsepnya jangan terlalu berlebihan deh,” usul Feri.
“Cukup memoles dan membersihkan daun-daun aja, biar lebih natural.” Lanjutnya.
“Oke juga si, soalnya kalo harus membuat bangunan yang baru lagi mungkin harus membutuhkan waktu yang lama. Kalo untuk fasilitas lainnya bisa menyusul, sementara tema alam aja,” sambung Faisal.
“Yaudah yok langsung aja kita bersihin,” ajak Basri bersemangat.
Mereka pun bergegas membersihkan daun-daun kering di sekitar lokasi tersebut. Sambil menatap wisatawan yang berdatangan. Dengan hati riang mereka langsung berkhayal nanti pas sudah ramai pasti rasanya menyenangkan.
Flashback off
Setahun sudah berjalan, khayalan tentang kedai kopi yang ramai sudah terwujud. Kini kedai itu menjadi tempat tujuan berwisata, selain wisata-wisata alam di daerah tersebut yang sangat menarik pengunjung. Dari situlah Feri merasa bahwa semuanya yang dilakukan bersama-sama akan memperoleh hasil yang maksimal dan tidak mengecawakan. Mungkin jika sendiri bisa membuat kedai yang lebih baik dari yang sudah dibuat. Namun, dengan kolaborasi terdapat pelajaran di dalamnya. Tentang arti kebersamaan dan saling menghargai satu sama lain.