SoftNews

Sayung, Demak: Menghadapi Banjir Rob yang Tak Kunjung Usai

Wilayah pesisir utara Jawa Tengah, khususnya Sayung, Demak, telah lama menjadi sorotan karena banjir rob yang terus memburuk. Rob bukan hanya fenomena pasang air laut semata. Namun, mencerminkan akumulasi dari penurunan muka tanah, kenaikan muka laut, eksploitasi air tanah, serta ketimpangan infrastruktur. Pemerintah dan masyarakat kini dituntut berpikir tidak sekadar cepat, tapi juga tepat dan berkelanjutan.

Banjir rob yang melanda Sayung bukan hanya rutin, tapi kini hampir permanen. Air laut bisa naik dua kali sehari, merendam rumah, sekolah, tempat ibadah, hingga jalur utama transportasi. Genangan setinggi 30–50 cm pada malam dan pagi hari bukan lagi kejadian luar biasa. Di balik air yang merembes diam-diam, tersembunyi kecemasan warga tentang masa depan mereka. Apakah Sayung akan tetap bisa dihuni?

Penurunan muka tanah mencapai 8–10 cm per tahun, dipicu oleh eksploitasi air tanah dan beban bangunan. Tanpa intervensi berarti, Sayung bisa “hilang” secara perlahan dari peta hunian produktif.

Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, bersama pemerintah pusat, menginisiasi proyek besar pembangunan tanggul laut yang terintegrasi dengan Tol Semarang-Demak. Proyek ini diharapkan tuntas pada 2027 dan mampu menahan limpasan rob di sepanjang pesisir. Sementara itu, penanganan darurat dilakukan dengan memasang pompa air, membangun drainase sementara, serta memberi bantuan sosial pada warga terdampak.

Menariknya, opini publik di media sosial menunjukkan polarisasi. Sebagian menyuarakan kekesalan karena lambatnya penanganan rob, bahkan Gubernur Ahmad Luthfi pun kerap kali menjadi sasaran karena hal tersebut. Perlu dinantikan langkah apa yang beliau ambil untuk penanganan jangka pendek. Justru di sinilah energi demokrasi bekerja. kritik warga adalah bentuk harapan bahwa negara hadir menyelesaikan masalah nyata.

Di luar pendekatan teknis, masyarakat sipil dan akademisi mulai menyoroti pentingnya solusi berbasis alam. Program rehabilitasi mangrove seperti “Mageri Segoro” menanam jutaan pohon di sepanjang pantai. Mangrove bukan hanya pelindung alami dari abrasi, tapi juga penyaring air dan rumah bagi keanekaragaman hayati.

Edukasi warga tentang bahaya pengeboran air tanah dan pentingnya sistem sanitasi tertutup juga harus diperkuat. Sayung tidak bisa bergantung sepenuhnya pada beton dan alam harus diajak bekerja sama.

Rob di Sayung bukan sekadar air yang naik, tapi krisis identitas wilayah pesisir. Di tengah tantangan iklim global, pembangunan yang eksploitatif, dan respons kebijakan yang tertinggal, rob mengingatkan kita bahwa adaptasi harus inklusif.

Kita butuh infrastruktur kuat, tetapi juga ekologi yang hidup dan warga yang diberdayakan. Sayung masih punya harapan, asal langkahnya menyatu antara negara, warga, dan alam.

Referensi:

https://jatengprov.go.id/publik/kembalikan-ekosistem-pesisir-pemprov-jateng-mulai-galakkan-mageri-segoro/

https://pu.go.id/berita/terintegrasi-tanggul-laut-konstruksi-tol-semarang-demak-seksi-kaligawe-sayung-capai-4426-persen

https://jateng.antaranews.com/amp/berita/588629/gubernur-jateng-tak-masalah-di-bully-soal-rob-sayung

Penulis & Reporter: Afif Kamaludin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.