Terorisme Membawa Nama Agama
Terorisme kini menjadi musuh umat manusia. Beberapa pekan belakangan ini, isu terorisme menjadi isu dominan dalam wacana publik. Terorisme seperti yang terjadi di Surabaya, sangat mengerikan karena bom bunuh diri yang bertubi-tubi di tiga gereja, ledakan bom di Sidoarjo, serta bom bunuh diri di Polrestabes Surabaya pada 13-14 Mei 2018. Peristiwa tersebut merenggut 28 jiwa dan puluhan lainya terluka. Teroris umumnya dipandang dan membawa simbol agama dengan pemahaman tertentu atas ajaran agama Islam.
Sejak kapan aksi terror terjadi di Indonesia?
Apa yang melatar belakangi adanya aksi terror dengan mengatasnamakan agama?
Memasuki abad ke-20 adalah yang ditandai peristiwa besar terorisme. Sejak tepatnya pada 11 September 2001, yang telah membajak beberapa pesawat komersil di Amerika Serikat (AS) dan kemudian di tabrakan kemenara kembar World Trade Center (WCT) di New York, gedung pertahanan Amerika serikat, Pentagon di Arlington, Virginia dan Pensylvania. Peristiwa itu dikenal sepanjang masa 9/11 yang diperingati oleh warga Amerika Serikat (AS) setiap tahunya. Kemudian, mucullah organisasi Jamaah Islamiyah (JI) yang mendunia di dunia Islam, istilah JI muncul karena tuntutan dari jaksa penuntut umum (JPU). JPU juga menuntut Jamaah Ansharullah (JA) yang dipimpin oleh Ismail Pranoto. “Jamaah Islamiyah (JI) menjadi popular ketika terja diledakan bom dipusat wisata Legien Bali pada 12 Oktober 2002. Ledakan bom juga terjadi pada 5 Agustus 2003 di Hotel JW Marriot, dan disusul pada 9 September 2004 meledak di depan kedutaan Australia, Kuningan Jakarta.” Kutipan dari journal, Teroris medan Sejarah Perkembangannya di Indonesia.
Unsur apa saja yang bias memicu terjadinya terror atas nama agama?
Definisi terorisme pada umumnya adalah refleksi dari kepentingan politik dan penilaian moral dari orang yang mendefinisikannya. Ciri-cirinya sebagaia berikut: Pertama, kekerasan dilakukan karena tujuan-tujuan, motif-motif politik, keagamaan dan ideology. Kedua, terorisme bukan suatu perbutaan yang terjadi kebetulan, atau perbuatan kriminal yang tiba-tiba terjadi. Ketiga, sasaran langsung atau korban dari suatu perbuatan bukanlah sasaran utama. Keempat, terorisme melibatkan aktor-aktor dengan unsur Negara. Kelima, teroris dilakukan oleh orang-orang rasional, perbuatan tersebut juga tidak dipilih sembarangan dan sporadis, tetapi sasaran memang sudah dipilihnya. Menurut Club de Madrid dalam buku “Terorisme Atas Nama Agama” karya Abdul Muis Naharong membagi dua yaitu, Teroris keagamaan yang bertujuan politik dan tidak bertujuan politik. Terorisme jenis pertama, kelompok perlawanan di Irak dan Afghanistan yang memakai nama agama demi menarik anggota tindakan mereka yang bertujuan politik untuk menguasainya dan menerapkan hukum-hukum agama yang sesuai. Terorisme jenis kedua, tidak mempunyai tujuan yang bersifat duniawi, tetapi berusaha mencapai tujuan sakral yang sukar dicapai atau abstrak, kelompok inilah yang menimbulkan ketakutan di kalangan masyarakat.
Bagaimana kontribusi pemahaman agama terhadap aksi teror?
Ilmuwan dan pemuka agama telah menegaskan dari di dalam buku “Terorisme atas Nama Agama” karya Abdul Muis Naharong. Agama hanya dianggap sebagai korban yang tak bersalah dan dalam beberapa hal dan tidak relavan. Robert Pepe misalnya mengatakan bahwa tindakan terorisme dalam bentuk bom bunuh diri pada dasarnya untuk memperoleh kemerdekaan nasional dari pendudukan militer asing dari satu Negara demokratis. Pape menekankan peran faktor politik yaitu, gerakan pembebsan Negara dalam terorisme bom bunuh diri, yang secara umum agama tidak relavan dalam tindakan-tindakn kekerasn dan terorisme yang dilakukan oleh anggota dari beberapa macam agama dan sekte yang terjadi diseluruh dunia (Indonesia, Pakistan, India, Irak, Aljazair, Mesir, Sudan, Spanyol, Amerika Serikat, Inggris, Rusia, Jepang, dll).
Sikap keagamaan yang seperti apa yang perlu dikembangkan agar aksi teror yang berkait dengan agama dihilangkan?
Kita harus bergerak melakukan pendidikan agama yang masif dan mampu menyikapi segala jenis perbedaan. Agama yang berlandasan cinta, kasih perdamaian dan toleransi harus di kembangkan dan diviralkan bahwa Islam itu agama cinta, agama rahmatalil alamin artinya islam lebih menebar banyak kasih sayang dari pada pemaksaan ini bisa dilihat dari metode dakwah Rasulullah saw, ketika menaklukkan kota Madinah dan terbukti walaupun dakwahnya sebentar dilewati sebentar dibandingkan di kota Mekkah, tetapi dengan waktu sesingkat ini Islam bisa berkembang dengan pesat. Waktu itu penduduk kota Madinah beragam agama yakni, Yahudi dan Nasrani tapi terbukti bahwa Piagam Madinah bisa menyatukan perbedaan agama, suku, teknik dalam satu kepentingan bersama yakni membentuk suatu afinitas bersama yaitu membela tanah air, maka dari itu siapapun harus wajib membela kota Madinah dari serangan luar. Disitulah muncul paham Nasionalisme, karena cinta inilah yang menjadi benteng untuk menanggungi gerakan aksi teror. Langkah terkait dilakukan oleh BNPT dan didukung oleh organisasi swadaya masyarakat yang bergerak dibidang penanggulangi aksi terorisme seperti; Yayasan Prasasti Perdamaian Jogja, Yayasan Lingkar Perdamaian punyanya Amrozi cs yang bertaubat dan setia terhadap NKRI, FKPT di setiap kecamatan, kabupaten yang bekerja sama dengan GP Ansor NU dan Muhammadiyah kita bisa menghilangkan aksi terorisme.
Oleh : M Aris Yusuf