
Ketindihan
Oleh: Nanda ‘Abidatur Rosyidah Al Mabruroh
“Mira Mir, tolong” Aku berteriak sekuat mungkin.
Aku melihat Mira masih tertidur pulas, seakan tidak mendengar apapun, aku melihatnya dengan mata yang tidak bisa terbuka sempurna. Aku kembali mencoba menggerakkan tubuhku, namun benar-benar tidak bisa digerakkan, seperti ada yang berada diatas tubuhku.
“Mir, tolong” Aku mencoba berteriak lagi.
Keringat mulai membasahi seluruh tubuh, aku kembali mencoba menggerakkan tangan, mencoba meraih tangan Mira. Tapi, tetap saja tidak bisa. Nafasku mulai tidak beraturan, seperti habis lari memutari lapangan bola sebanyak sepuluh kali.
Seperti dalam mimpi, namun ini terasa terlalu nyata. Aku melihat ada seseorang yang menyentuh tangan kiriku. Aku terkejut bukan main, tangannya berkuku panjang dan sangat tajam. Digerakkan dari ujung kuku sampai menyentuh pundakku. Tubuhnya tepat berada diatas tubuhku. Nafasku semakin tidak beraturan, aku tidak berani membuka mata. Mulutku mulai membaca do’a-do’a penangkal jin, tapi tidak bisa. Aku semakin ketakutan, keringat bercucuran membasahi baju yang aku kenakan, mungkin sampai membasahi kasur.
Dalam hati, aku sudah memaki-maki jin ini, malam-malam begini masih saja mengganggu. Aku mencoba memberanikan diri membuka mata, tubuhku semakin kaku, tepat didepan wajahku, ada wajah seseorang seperti kingkong raksasa, berbulu, berwarna hitam, dan matanya merah menyala. Menatapku dengan penuh amarah, seakan-akan marah kepadaku. Aku kembali menutup mata, tapi anehnya tidak bisa. Aku menangis, benar-benar ketakutan. Aku kembali mencoba membaca do’a-do’a, kali ini bisa, tapi dia belum hilang juga. Sampai ku ulangi beberapa kali, tetap saja belum hilang dan masih menatapku.
Aku semakin kesal, seingatku aku masih mengerjakan tugas kuliah. Aku teringat, Mira pernah bercerita kalau sedang diganggu jin begini, dibacakan do’a-do’a tidak mempan, diumpat saja dengan makian.
“Jin sial!n, anak an*ing, pergi kau” Aku mengumpat, sudah sangat kesal.
Tanpa ku sangka, dia malah semakin marah. Menggeram, semakin menekan tubuhku. Keberanianku hilang, dia semakin menakutkan. Dalam hati, aku mengutuk Mira, kenapa dia memberi saran konyol ini, anenhnya aku percaya dia. Aku sudah pasrah, Mira masih tertidur pulas disampingku. Disaat itu juga, Mira berpindah posisi, kakiku ditendang Mira. Seperti bangun dari mimpi buruk, lega sekali rasanya. Aku duduk, menatap sekitar. Kemudian membangunkan Mira.
“Mir, bangun” Aku menggoyangkan tubuh Mira.
“Mirr, ayo bangun. Aku habis diganggu jin, Mir” Aku menepuk-nepuk pipi Mira.
“Hah, diganggu siapa, Nay?” Mira bangun, terkejut.
“Diganggu jin, bentuknya kayak kingkong, jelek banget kaya kamu” Aku kesal, karena sudah percaya dengan saran Mira.
“Serius, Nay? Terus gimana, Nay?” Mira penasaran.
“Awalnya aku bacain do’a-do’a, tapi gak mempan, terus aku inget kamu pernah bilang. Kalo jin gak mempan digituin, harus dimaki-maki.” Aku masih membayangkan kemarahan jin sial!n itu.
“Iya iya, terus gimana? Mempan?”
“Emang jin kurang ajar, dia malah semakin marah. Kamu juga Mir, kurang ajar. Kamu bohong kan?” Aku menatap Mira.
“E e e… udah, Nay. Yang penting kamu udah gak papa, makanya besok lagi sholat dulu, wudhu sama bersih-bersih. Jin suka yang kotor-kotor, kaya kamu” Mira mencoba bercanda.
Aku menuju ke kamar mandi, wudhu, bersih-bersih kemudian sholat.

