
“Fatherless: Luka yang Tak Terlihat, Rindu yang Tak Terucap”
Identitas Buku:
Judul Buku: Fatherless: Andai Ayah Dengar Ini
Penulis: Rachmat Reza
Penerbit: Buku Mojok
ISBN: 978-623-8463-13-8
Cetakan: Pertama, Januari 2024
Jumlah Halaman: 99 halaman
Penyunting: Elya Ra Fanani
Diresensi oleh: Mazda Ghazali Hidayat
Setiap anak datang ke dunia dengan harapan akan pelukan yang hangat, suara yang menenangkan, dan sosok yang selalu ada untuknya. Namun, tak semua mendapatkan anugerah itu. Ada yang tumbuh dengan ruang kosong dalam hatinya—sebuah kehilangan yang tak selalu tampak, tapi terus terasa. Rindu yang samar, keheningan yang berteriak, dan pertanyaan yang tak kunjung menemukan jawaban. Sebagian memilih mengabaikan luka itu, sementara yang lain menghabiskan hidup untuk mencari kepingan yang hilang. Bagaimana rasanya tumbuh tanpa kehadiran sosok yang seharusnya menjadi pelindung? Inilah awal dari perjalanan yang dituangkan dalam buku ini—sebuah kisah yang menggali kehilangan, merajut harapan, dan mencari makna di balik sunyi.
Dalam Fatherless: Andai Ayah Dengar Ini, penulis mengajak kita untuk menyelami pengalaman mereka yang tumbuh tanpa kehadiran ayah atau tanpa hubungan emosional yang sehat dengannya. Banyak di antara mereka yang tak menyadari bahwa ketidakhadiran sosok ayah telah membentuk cara mereka melihat dunia, membangun relasi, hingga memahami diri sendiri. Dengan kejujuran dan empati, penulis berbagi kegelisahannya sebagai seorang fatherless, merangkai kisah pribadinya dengan wawasan yang ia dapatkan dari berbagai bacaan dan refleksi. Buku ini bukan sekadar catatan perasaan, melainkan ruang yang mengajak pembaca untuk memahami, menerima, dan mungkin, mulai menyembuhkan luka yang selama ini tersembunyi.
Buku ini dimulai dengan kisah masa kecil penulis, yang tumbuh besar tanpa pernah mengenal ayah kandungnya. Dibesarkan oleh ibu kandung dan ayah sambung, ia mengalami secara langsung bagaimana rasanya hidup tanpa figur ayah. Pada bagian awal, pembaca diajak melihat kehidupan seorang fatherless dari sudut pandang anak yang bertahan dalam kesunyian, mencari sosok yang tak pernah ada. “Ada saatnya aku ingin memanggilmu ‘ayah’, hanya untuk melihat apakah kata itu bisa menyembuhkan ruang kosong dalam jiwaku.” Kalimat ini menggambarkan kerinduan yang tak terucapkan—perasaan yang mungkin juga dirasakan banyak orang yang memiliki kisah serupa.
Pembahasan berlanjut dengan mengupas luka yang ditinggalkan oleh ketiadaan ayah. Ketidakhadiran figur ini tidak hanya menciptakan kehampaan, tetapi juga meninggalkan bekas yang membentuk karakter dan perjalanan hidup seseorang. Penulis menguraikan empat kategori fatherless dan menghadirkan sebuah matriks yang mengidentifikasi empat tipe ayah: ayah ideal, ayah patung, ayah memori, dan ayah hantu. Dengan cara ini, buku ini tidak hanya menggambarkan realitas pahit seorang anak tanpa ayah, tetapi juga membantu pembaca memahami bagaimana hubungan—atau ketiadaan hubungan—dengan ayah dapat membentuk kehidupan seseorang.
Lebih jauh, buku ini menyoroti dampak dari kondisi fatherless terhadap perkembangan emosional dan sosial anak. Luka batin yang diderita sering kali membuat mereka mencari pelarian, baik dalam bentuk yang positif maupun negatif. Namun, buku ini tidak berhenti pada luka dan kehilangan semata. Sebagai penutup, penulis membawa pembaca ke dalam proses penerimaan dan penyembuhan. Ia menawarkan pemahaman dan solusi bagi mereka yang hidup dengan kekosongan ini, memberikan jawaban atas pertanyaan yang selama ini mengendap dalam hati mereka yang tumbuh tanpa kehadiran ayah.
“Anak-anak punya lubang berbentuk sosok ayah di jiwa mereka. Jika sang ayah tidak mau atau tidak mampu mengisinya, maka lubang itu menjadi sebuah luka yang sulit disembuhkan.” Kutipan ini menjadi refleksi mendalam bahwa peran ayah bukan sekadar keberadaan fisik, melainkan juga kehadiran emosional yang membentuk jiwa seorang anak.
Kelebihan
Buku ini ditulis dengan bahasa yang mengalir dan penuh emosi, membuat pembaca mudah terhubung dengan isi dan pesan yang ingin disampaikan. Pengalaman pribadi penulis memberikan kedalaman yang autentik, menjadikan buku ini lebih dari sekadar teori tentang kehilangan. Selain itu, konsep tentang empat tipe ayah dan matriks kehadiran/pengaruh ayah memberikan perspektif baru yang membantu pembaca memahami kompleksitas hubungan ayah-anak.
Kekurangan
Dengan jumlah halaman yang relatif sedikit, buku ini terasa singkat dan mungkin belum cukup untuk menggali lebih dalam aspek psikologis dan sosial dari kondisi fatherless. Beberapa bagian mungkin terasa kurang mendetail, terutama bagi pembaca yang menginginkan pendekatan lebih akademis atau studi kasus yang lebih luas.
Rekomendasi
Buku ini sangat direkomendasikan bagi siapa saja yang ingin memahami lebih dalam tentang dinamika hubungan ayah dan anak, terutama bagi mereka yang merasakan kehilangan atau kehampaan dalam hubungan dengan ayah mereka. Bagi para fatherless, buku ini bisa menjadi teman yang memahami, menguatkan, dan mungkin, membantu menemukan cara untuk berdamai dengan masa lalu.
