Essay

Perkuliahan Daring: Solusi Atau Pelarian?

Oleh: Choerul Bariyah

Terhitung sejak diumumkannya wabah covid-19 sebagai pandemi, dan diberlakukannya protokol kesehatan di berbagai negara yang berimbas pada pengurangan aktifitas kontak fisik secara langsung, menyebabkan berbagai Institusi yang ada harus menyesuaikan diri dengan keadaan tersebut. Institusi pendidikan adalah salah satu yang harus melakukan penyesuaian dengan mengalihkan kegiatan belajar-mengajar ke sistem daring. Di Indonesia, sistem pembelajaran secara daring saat ini telah diterapkan dalam Institusi pendidikan tinggi. Metode perkuliahan secara daring ini adalah cara yang paling efektif dan yang terbaik sejauh ini dalam menghadapi situasi wabah covid-19. Namun ada pertanyaan lanjutan yang perlu kita ketahui, yaitu apakah metode perkuliahan secara daring harus terus diterapkan setidaknya hingga wabah ini mereda atau bahkan hingga virus corona benar-benar menghilang? Atau apakah metode perkuliahan tatap muka secara langsung harus segera kembali diterapkan menjelang masuknya perkuliahan semester genap tahun ini dan tentunya dengan penerapan protokol kesehatan?

Permasalahan keberlangsungan sistem perkuliahan online tersebut tentu menimbulkan pro dan kontra di kalangan dosen dan mahasiswa. Banyak tanggapan dari mahasiswa terhadap jengahnya rutinitas kuliah daring. Dan beberapa dosen mengalami kendala gagap teknologi, sehingga penyampaian materi perkuliahan menjadi kurang maksimal. Lalu, bagaimana sebenarnya kehadiran inovasi baru pembelajaran daring ini, apakah sebuah solusi atau hanya pelarian?

Penyebaran virus Sars-Cov-19 di Indonesia memberikan dampak besar terhadap pendidikan di perguruan tinggi. Menteri Pendidikan melalui Surat Edaran Mendikbud Nomor 4 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Pendidikan Dalam Masa Darurat Coronavirus Disease (covid-19), menghendaki agar seluruh peserta didik bisa mendapatkan layanan pendidikan yang optimal namun tetap mengutamakan protokol kesehatan guna memutus rantai covid-19 semaksimal mungkin. Proses perkuliahan yang semula bersifat konvensional (tatap muka di kelas) harus bertransformasi menjadi perkuliahan daring (online) yang dapat dilakukan tanpa terbatas tempat dan waktu.

Perubahan sistem yang terjadi secara tiba-tiba ini banyak menimbulkan keterkejutan di kalangan mahasiswa. Di tengah pandemi ini, melalui sistem kuliah online nampaknya pendidikan Indonesia bisa perlahan mengglobal. Saat ini, mahasiswa memiliki waktu yang cukup banyak untuk bisa menelusuri berbagai sumber pengetahuan baik yang berbasis internet maupun media cetak yang bisa dijangkau. Selain itu, tentu akan banyak kesempatan untuk mengembangkan kreatifitas yang bisa menunjang perkembangan wawasan pribadi. Masa pandemi menjadi berkat bagi mahasiswa yang sungguh-sungguh mengembangkan kapasitas intelektualnya.

Lalu, seberapa efektif model pembelajaran online ini berpengaruh bagi proses belajar para mahasiswa? Dari fenomena yang terlihat, intensitas ketertarikan peserta didik dalam mengikuti kuliah online sangat kecil. Bahkan, kebanyakan menciptakan kejenuhan dalam proses belajar. Beberapa mahasiswa merasa kehilangan momen perjumpaan langsung dengan dosen-dosen favorit. Seperti tak ada yang dipelajari selama semester ini. Ini reaksi-reaksi spontan yang disampaikan mahasiswa terkait sistem belajar virtual-online. Intensitas ketertarikan pada sistem belajar online tentunya membuat seseorang tidak produktif dan memilih absen. Padahal, kehadiran (presence) merupakan salah satu tolok ukur dalam membantu proses internalisasi pendidikan dalam kegiatan belajar. Dari sharing banyak mahasiswa, kebanyakan telah memilih pulang kampung dan berlibur. Tak ada kuliah. Kuliah memberatkan karena memerlukan kuota data dan harus mencari tempat baik agar terkoneksi. Kuliah online dengan kata lain menambah beban perkuliahan karena harus membeli kuota agar bisa masuk dalam kelas video-conference dan mendownload-upload tugas perkuliahan.

Pelaksanaan kuliah online di tengah pandemi terkesan mendadak dan kurang produktif. Persiapan pendidikan kita belum matang untuk menjalankan kuliah online. Kebiasaan umum masyarakat Indonesia adalah merasa belum terbiasa dengan kuliah online. Belum ada pembekalan dan pengenalan kepada masyarakat dan mahasiswa sebelum pandemi terjadi. Ini semestinya bukan hanya tugas pemerintah tetapi tugas setiap orang terutama kaum akademis yang bisa mengedukasi masyarakat demi kemajuan dan kemapanan kemanusiaan kita.

Bekal yang kurang mapan dan ketidakpahaman masyarakat (mahasiwa, dosen serta tenaga pendidikan) akan menimbulkan banyak hambatan dalam pelaksanaanya. Pada akhirnya, mahasiswa hanya menganggap sepele proses perkuliahan. Cukup dengan mengisi absen kemudian mematikan kamera tanpa menyimak pemaparan. Semoga wabah covid-19 ini tidak hanya membawa kepanikan di ruang publik, tetapi menjadi salah satu titik pacu bagi bangsa Indonesia, khususnya pemerintah dan kementerian terkait untuk berkonsentrasi penuh mengerahkan seluruh anggaran pendidikan tahun ini untuk menciptakan kurikulum virtual; proses belajar mengajar via teknologi daring, sambil menyiapkan sarana prasarana pendukung, ketersediaan jejaring internet, manajerial demokratis yang berdaya saing, sampai pada keterlibatan masyarakat.

Mahasiswa sebagaimana mestinya diharapkan dapat menjadi jembatan masyarakat dan pemerintah. Dalam hal ini, meski dengan kondisi perkuliahan yang belum sepenuhnya efektif, semestinya mahasiswa dapat menjadi agent of change atau contoh masyarakat guna memerangi wabah covid-19. Serta keterlibatan mahasiswa dalam penyaluran inovasi terkait sistem pembelajaran di Indonesia.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.