Kalau Kita Dighosting, Kita Harus Apa?
Pekalongan–jurnalphona.com Istilah ghosting akhir-akhir ini sering dibicarakan, mulai dari kalangan remaja, orang dewasa dan sampai pada kalangan civitas academica. Selasa, (23/3).
Tapi, apasih makna ghosting itu sendiri?
Ketika mendengar kata ghosting, kemungkinan pertama kali yang dipikirkan orang-orang adalah “hantu”. Karena istilah ghosting berasal dari kata “ghost” dalam Bahasa Inggris, yang artinya hantu. Belakangan ini istilah ghosting mulai ramai dibicarakan dan diartikan dengan sesuatu yang dapat menghilang, sesuatu yg mudah menghilang, sesuatu yg sering menghantui dan menakutkan. Secara keseluruhan perilaku ghosting yang kerap kali dibicarakan memiliki makna yaitu sikap memutus komunikasi dan hubungan secara sepihak yang dilakukan seseorang secara tiba-tiba tanpa penjelasan.
Menurut Lisa Devi Dian Arifia, S.Psi, M.Psi, Dosen Psikologi Fakultas Ushuluddin Adab dan Dakwah IAIN Pekalongan. Perilaku ghosting sendiri terbagi menjadi 3 tingkatan, yakni ghosting ringan, sedang dan berat. Contoh dari ghosting ringan sendiri yaitu ketika seseorang yang tidak terlalu dekat tetapi saling membalas pesan kemudian menghilang. Contoh dari ghosting sedang yaitu ketika seseorang bertemu orang baru kemudian semakin dekat dan akhirnya menghilang secara tiba-tiba. Aduhh, jangan terlalu pake perasaan ya nanti kalo baper kita sendiri yang repot kan. Dan yang terakhir adalah contoh ghosting berat yaitu ketika seseorang menjalin hubungan sudah sangat dekat namun tiba-tiba menghilang atau istilah lainnya lebih dikenal dengan “ditinggal pas lagi sayang-sayangnya”. Mungkin dari teman-teman pembaca pasti ada yg merasakan hal di atas, baik sebagai korban atau pelaku dari ghosting itu sendiri.
Apa sih yang harus kita lakukan kalo kita lagi ngalami peristiwa ghosting?
- Tanggung jawab
Sikap tanggung jawab disini benar-benar dibutuhkan untuk menghadapi fenomena ghosting, terutama bagi kalian nih para pelaku ghosting, ketika kalian berani untuk meninggalkan tanpa alasan maka kalian juga harus berani bertanggung jawab dengan segala resiko yang berdatangan. Terus gimana dong sama korban? korban ghosting juga perlu nih yang namanya tanggung jawab, yakni tanggung jawab pada dirinya sendiri, karena bisa jadi pelaku tidak sengaja melakukannya atau bisa jadi hanya korban yang merasa di ghosting saja, padahal pelaku tidak bermaksud demikian. - Menggunakan dan memanfaatkan media sosial seperlunya saja
Mengapa begitu? karena media sosial sifatnya tidak nyata temen-temen, bisa jadi ketika kita bertemu dengan seseorang di media sosial kemudian menjalin hubungan semakin dekat padahal kita tidak tahu bagaimana sifat aslinya bisa membuat kita kecewa pada akhirnya. Temen-temen harus pintar dalam menggunakan media sosial, jangan percaya 100% dengan orang yang belum kita kenal di dunia nyata. Harus diketahui ya temen-temen kalau dunia maya hanya dunia pencitraan saja, bisa jadi dia menyayangimu di dunia naya namun berusaha menjauhimu di dunia nyata. - Mempunyai prinsip “Kalau tidak mau dipukul, jangan mukul”
Arti dari prinsip itu apa ya? Arti dari prinsip yang harus ditanamkan menurut Bu Lisa, adalah prinsip agar setiap individu tidak saling menyakiti atau meninggalkan. Ketika tidak mau ditinggalkan, ya jangan meninggalkan. Kalau tidak mau disakiti, ya jangan menyakiti. Secara sederhana, prinsip tersebut bisa kita maknai “Jangan mempunyai sifat dendam.” Karena pada dasarnya sifat dendam tidak akan mengakhiri fenomena ghosting temen-temen, yang ada malah akan semakin memperbanyak per-ghostingan yang baru. Jika kamu di-ghosting, maka jangan meng-ghosting orang lain. Jika memang sudah merasa tidak suka maka sebaiknya dibicarakan baik-baik ya teman-teman pembaca.
Perilaku ghosting bahaya gak sih bagi korban dan pelaku?
Ohh, tenang teman-teman pembaca, kalau kalian di-ghosting atau sebagai pelaku ghosting, kalian perlu tau nih menurut Bu Lisa prilaku ghosting ini tidak berbahaya loh. Eiittsss, tapi jangan salah, meskipun tidak berbahaya tapi jangan sekali-kali untuk mencoba jadi korban ataupun jadi pelaku ya teman-teman pembaca. Karena, prilaku ghosting ini tidak berbahaya hanya bagi orang-orang yang mempunyai pemikiran positif, berjiwa kuat, percaya diri dan mempunyai prinsip yang kuat. Orang-orang seperti itu, tidak akan mudah untuk merasakan efek samping dari ghosting. Karena mereka sudah menguatkan prinsipnya, juga sudah mempunyai jiwa yang kuat.
Mempunyai jiwa yang kuat kan harus patah berkali-kali dulu?
Yappss, pertanyaan bagus teman-teman pembaca. Jadi ingat istilah “Pengalaman adalah guru terbaik.” Benar sekali, pengalaman adalah guru terbaik kita dalam menjalani hidup. Tapi, apa iya kita harus masuk sungai dulu biar bisa merasakan basah? Tentu tidak. Apa iya kita harus dighosting atau mengghosting dulu biar tau rasanya? Tentu tidak. Lalu bagaimana? Belajar tidak harus kita terjun langsung dalam permasalahan, dengan kita mendengar teman kita bercerita, menonton video dan membaca artikel ini secara tidak langsung kalian sudah mempelajari masalah ghosting tanpa harus menjadi korban atau pelaku loh teman-teman pembaca. Jadi dari sinilah kita mulai membentuk benteng pertahanan diri kita, untuk melawan perilaku ghosting dari orang-orang yang tidak bertanggung jawab.
Lalu apa efek samping bagi pelaku dan korban?
Efek samping bagi pelaku dan korban tentunya berbeda ya teman-teman pembaca. Menurut Bu Lisa, efek samping bagi korban adalah tumbuhnya rasa kurang percaya diri, merasa tidak dihargai, mengalami penolakan dan bisa saja sampai pada tahap depresi apa bila respon dari diri korban tidak baik. Seperti selalu menyalahkan diri sendiri, tidak mudah mempercayai orang lagi bisa juga korban berubah menjadi pelaku karena rasa kecewa dan sakit hati yang berlebihan, sehingga si korban berubah menjadi pelaku bagi orang lain.
Kemudian untuk efek samping bagi pelaku, yaitu rasa bersalah. Loh emang bisa merasa bersalah ya? Jelas, meskipun penjahat sekalipun dalam lubuk hatinya pasti memiliki rasa bersalah, meskipun hanya sedikit. Begitupun bagi pelaku ghosting. Selain itu, bisa jadi pelaku ghosting akan mendapatkan feedback buruk dalam bentuk bullying. Atau ketika seseorang sudah melakukan ghosting kepada orang lain, bisa jadi dia akan dipermalukan dan dicibir oleh orang-orang terdekat. Dengan hal itu pelaku ghosting dapat diberikan predikat sebagai orang yang tidak bertanggung jawab dan tidak mudah untuk dipercaya.
Nah temen-temen pembaca. Ternyata perilaku ghosting cukup mengerikan ya, apalagi bagi kalangan remaja yang lagi labil. Bisa saja perilaku itu merusak mental mereka jika remaja tidak bisa mengendalikan diri. Ketika kita merasa dighosting, jangan hanya diam saja, ceritakan kepada teman atau orang terdekat supaya dapat mengurangi rasa emosi dalam diri kita. Begitu juga bagi pelaku ghosting, dari pada diberi predikat sebagai orang yang tidak bertanggung jawab, maka lebih baik dibicarakan baik-baik ya, apapun itu. Mau yang baik atau tidak, dibicarakan saja. Oh ya teman-teman pembaca, perilaku ghosting ini tidak hanya terjadi di dunia asmara remaja saja loh. Di dunia keluarga, organisasi, pendidikan, pekerjaan istilah ghosting juga bisa digunakan. Ketika kita mengalami hal-hal yang hanya diputuskan oleh sebelah pihak saja, tanpa adanya komunikasi yang jelas. Teman-teman pembaca, yuk perbaiki proses komunikasi kita, supaya tidak menyakiti perasaan orang lain. (FT/NK)
2 Komentar
Dwi
Ternyata saya termasuk pelaku ghosting ringan:((
Jurnal Phona
Turut berduka ka(╥_╥)