Cerpen

Teror Masa Lalu

Karya: Gareisya Azizulfa Aroha

Kamis,7 Januari 2021

Jam dinding kuno di rumahku berbunyi menunjukan pukul 21.20 WIB. Malam kali ini di tempatku sangat sepi tanpa ada suara apapun. Bahkan aku dapat mendengar dengan jelas detak jam dari jam tua disudut ruangan itu. Suasana menjadi hening dan dingin ditambah hujan yang sangat deras. Suara musik dari TV sengaja aku kecilkan agar tidak mengganggu tetangga. Aku minum lagi wedang jahe di gelasku, siaran TV malam yang itu-itu saja membuatku sangat bosan. Orang tuaku sudah 3 hari berada di luar kota dan itu benar-benar membuatku tak bersemangat. Menunggu mereka adalah hal paling menyebalkan. Terpaksa aku sendirian di rumah memandang plafon rumah yang kosong.

Semuanya hal membuatku malas untuk beraktivitas apapun. saat sedang bercumbu dengan keheningan. Tiba-tiba aku mendengar suara seperti orang bernyanyi lirih dari arah gudang belakang rumah. Suaranya betul betul lirih, serak, dan terdengar dengan paduan musik Jawa.

Lingsir wengi sliramuu……

Ding dung dung dung

Suara gamelan Jawa yang terdengar jelas

Dan nyanyian terdengar dengan nada pelan seperti sinden. Tapi sangat lembut. Aku seketika merinding dan memberanikan diri mengambil senter di atas lemari. Berjalan menyusuri dapur dan lorong yang sunyi. Sesaat setelah aku telah berdiri di depan gudang darimana asal sumber suara. Gudang barang yang masih layak pakai dan sudah lama sekali tidak ada yang mau membersihkannya. Sehingga jaring laba-laba dan debunya dapat membuat bersin. Aku menempelkan kupingku ke pintu, menutup mata mencoba merasakan suara dari dalamnya. Suara nyanyian dan gamelan makin jelas terdengar telingaku.

Lingsir wengi sliramu…

Tumeking sirno…

Ojo tangi nggonmu guling…

Ding dung dung dung….

Suara yang sepertinya pernah ku dengar di sebuah film yang pernah ku tonton. Seorang wanita muda, mungkin usianya 20 atau 21 tahun aku tidak yakin, karena suaranya lembut sekali meski pelan. Seperti terhipnotis dengan sendirinya, aku menari dan menirukan nyanyian itu. Aku tersadar saat dari arah ruang dapur terdengar suara orang memanggilku. Di ikuti nyanyian dan gamelan Jawa yang hilang sekejap saat itu. Suara itu seperti ayahku dan ibuku yang baru pulang dari luar kota. Aku berlari dengan ketakutan dari dapur bergegas membuka pintu. Aku seketika terdiam sesaat, orang tua yang memanggilku dan mengetuk pintu ternyata tidak ada. Hanya kosong yang kujumpai diluar.

Aku langsung berfikir “Siapa yang mengetuk pintu dan memanggilku?”

Saat hendak menutup pintu, sebuah kotak misterius berwarna merah dihiasi pita tergeletak di lantai menarik perhatianku. Aku membungkuk lantas mengambilnya. Pada saat aku mengangkat kepala, Sesosok wajah muncul dihadapanku dengan wajah yang menunduk ke bawah seperti merangkak di atas pintu, sehingga aku tak bisa melihat dengan jelas bagaimana rupa wajahnya. Aku mencoba menarik napas, mencoba tenang namun bulu kuduk di sekujur tubuh seakan tak bisa menyembunyikan bahwa aku memang takut. Ku paksakan untuk melihat sosok itu. Namun sosok itu tiba-tiba menghilang.

Dalam hatiku “Emm mungkin itu hanya halusinasiku saja,” pikirku sembari memungut kado dan segera menutup pintu lalu kembali ke dalam.

Aku merebahkan diriku di sofa dan melihat kado di tanganku. Kubuka kotak misterius itu perlahan, isinya selembar kertas foto. Kosong hanya putih disana. Aku membolak-balikannya mencoba menerka, tapi nihil hanya warna putih kosong. Aku mengambil kaca pembesar dan mengarahkannya pada kertas putih tersebut, aku dapat melihat sebuah bayangan wanita sedang menggendong anaknya meski tak nampak jelas karena minim cahaya. Saat sedang mengamati setiap sisi dari gambar halus yang kutemui, aku tersentak. Reflek melempar foto itu saat dengan jelas ku lihat darah menyembur dari mata wanita dalam foto diikuti tawa.  

“Hihihihihihihihihihihihii”

Aku mengucek mata dan menampar pipi memastikan ini tidak nyata. Untuk memastikan aku mengecek isi kado lagi dan menemukan beberapa barang. Pisau dapur, gunting, sebuah bunga mawar merah dan secarik kertas kuning yang sudah usang dengan tulisan yang sudah tidak bisa di baca lagi.

Suara patah-patah terdengar

“A……. Kuuu… Dat…… Ang… Me…..nje…..mputmu anak….. ku……”

“Sriii.. Asriiii…”

“Siapa Asri, namanya terasa tidak familiar, tapi… Tapi foto ini seperti tidak asing bagiku.” batinku.

Aku kaget dan kesakitan saat duri bunga mawar menusuk jariku. Darah keluar dari luka itu.

“Arrrrgghhhh sial, duri dari mana.” aku mengumpat kesal.

Aku berlari ke wastafel dan mencuci tangan, belum sempat kunyalakan kran. Terdengar lagi nyanyian beserta gamelan Jawa tetapi kali ini dari dalam pintu wc yang terletak beberapa meter dariku. Aku mengangkat wajah panik, merinding setengah mati. Saat aku melihat cermin, terlihat samar-samar sesosok perempuan, reflek kupalingkan wajah dari cermin dengan gemetar panik. Aku melihat lagi untuk memastikan ternyata bayangan itu sudah hilang. Untuk memastikannya sekali lagi aku mencubit pipiku dan ternyata sakit. “INI BUKAN MIMPI!!!”

Aku berjalan perlahan mendekati wc dan mendengarkan kembali suara nyanyian yang nadanya naik turun itu dari dalam wc. Suaranya persis sinden Jawa di pagelaran wayang. Lembut dan serak membuatku terhipnotis untuk mengikuti lagu itu, seketika kepala dan pundakku terasa berat. Tanganku bergerak sendiri menari kesana-kemari tanpa sebab. Sampai suara nyanyian itu berhenti dan hilang. Kakiku rasanya pegal sekali seperti saat aku berlari 6 kilometer. Dan entah sudah berapa jam aku menari diiringi musik itu, membuatku tak bisa berhenti untuk menari.

Aku berjalan pelan, luka di tanganku pun hilang, sontak aku terkejut. Foto, pisau dapur dan selembar kertas serta gunting, bunga mawar masih berserakan di atas sofa. Tapi tidak ada angin atau apapun tiba-tiba vas bunga yang sebelumnyaa di atas meja jatuh berantakan di atas lantai.

Yang jelas aku tak ingat telah menjatuhkannya, lalu siapa yang menjatuhkannya?

Aku duduk lemas serta menyalakan laptop di atas meja belajarku. Mencari di goggle mengenai lagu yang membuatku tak sadar untuk menari. Beberapa saat kemudian lagu yang kumaksud tadi berhasil ku dapatkan tanpa babibu kuputar lagu tersebut.

Lingsir wengi sliramu…

Tumeking sirno…

Ojo tangi nggonmu guling…

Awas jo ngetoro aku lagi bang wingo…

Wingojin setan kang tak utusi dadyo…

Sebarang wojo lelayu sebet…

Aku terkejut dan merinding setengah mati ketika melihat apa yang tertera di layar.

“Iiinii….bukannya… lagu… pemanggil setan!! Lalu siapa yang menyanyikannya dari gudang dan juga wc malam-malam?” Aku terus terheran-heran.

Meskipun aku merasa takut tapi rasa penasaranku belum habis. lagu itu kembali terdengar, bukan dari speaker laptop tapi kali ini terdengar jelas dari balik sofa, kurasakan hawa dingin yang menusuk merasukiku dengan kuat. Mulutku terkunci. Aku seperti membeku tak bisa berkata apapun. Kemudian tanpa disadari dan diluar kendaliku sendiri, aku berdiri menari serta bernyanyi. Sungguh di luar kendali tubuhku. Sesosok wanita itu tiba-tiba muncul lagi perlahan-lahan dari balik sofa, dengan rambutnya lurus tergerai sampai pinggang, matanya melotot keluar, dari mulutnya darah menetes dan aroma bau busuk mulai mengusik pikiranku.

Sebuah tangan menjalar dari kaki perlahan-lahan merambat di seluruh tubuhku. Aku bisa merasakan nafasnya berhembus di kupingku. Sentuhan dingin itu membuat badanku kaku, tak bisa bergerak dan aku hanya bisa menangis serta hanya berdoa di dalam hati. Kakiku terasa berat, jantung berdetak sangat kencang tak karuan. Lampu mulai nyala dan mati tak menentu. Diikuti lagu yang inginku hentikann secepat mungkinmungkin tapi badan ku masih kaku.

Lingsir wengi sliramu…

Tumeking sirno…

Ojo tangi nggonmu guling…

Awas jo ngetoro aku lagi bang wingo

Wingojin setan kang tak utusi dadyo…

Sebarang wojo lelayu sebet…

Nyanyian itu membuat mataku berkunang-kunang dan tubuh serta pundaku terasa berat untuk bergerak. Aku tak ingat kejadian apalagi selain terbangun dengan tubuh kedinginan di lantai. Di ikuti kepalaku yang pusing dan mencengkram seperti ingin meledak. Aku mendengar suara Ayah dan ibuku sedang duduk di dekat TV. Tertawa dan bercanda ria. Entah sejak kapan mereka pulang kerumah. Aku mendekati dan bercerita tentang apa yang baru saja ku alami. Tapi mereka terlihat agak berbeda dan itu bukan seperti mereka.

Di dalam hati aku berbicara “Atau mungkin aku yang aneh?”

Lalu mereka tersenyum tanpa ekspresi dengan muka pucat pasi. Seperti mengangap aku tidak ada. Mereka menatapku dengan tatapan kosong dan tajam, ibuku mengalihkan pandangan dan berjalan ke belakang.

Ayahku menatapku dan bercerita dengan muka pucat dan berkeringat seperti ketakutan.

“Nak apa kamu yakin dengan apa yang kamu lihat dan rasakan tadi, mungkin itu arwah Asri. Kejadiannya kurang lebih 25 tahun yang lalu. Dia dulu adalah seorang sinden, dia orangnya cantik dan lembut. Ayah jatuh cinta kepadanya dan itu terjadi sebelum aku mengenal ibumu. kamu tahu siapa ibumu yang sebenarnya. Dia adalah Asri. Bukan ibumu yang sekarang, dia adalah Setan, dia yang telah membunuh Asri dan memutilasinya, aku hanya membantunya karena waktu itu Ayah tak tahu lagi harus berbuat apa dan saat itu ayah panik, lalu tubuhnya di potong dengan pisau dapur dan gunting lalu….. Tubuhnya terkubur di gudang itu!!!”

Aku sontak terkejut mendengar cerita itu dan badanku merinding tidak karuan. Aku melongo menatap Ayah. Ayahku berhenti, tidak melanjutkan ceritanya.

Tiba-tiba terdengar suara Ring… Ring…. Ring…

Sebuah telepon mengalihkan fokusku.

Aku berdiri mengambil HP dan menekan tombol hijau.

“Halo Assalamu’alaikum, dengan siapa saya bicara?” Kataku.

Aku terdiam terpaku dan tak bisa berkata apapun seketika air mata menetes, sebuah hal yang tak mungkin dan mustahil, aku mendapatkan telepon dari Rumah Sakit dan kabar mengejutkan soal orang tuaku. Aku langsung melihat ayahku yang sedang duduk di sofa tadi, ternyata tidak ada apapun selain pisau dapur, gunting, kertas dan kotak misterius yang sudah berantakan.

Aku berfikir “lalu siapa yang berbicara denganku tadi?”

Aku makin takut dan merinding menjatuhkan HP ku saat suara nyanyian Jawa yang sudah tak asing lagi-lagi terdengar dibelakangku.

Lingsir wengi sliramu…

Tumeking sirno…

Ojo tangi nggonmu guling…

Awas jo ngetoro aku lagi bang wingo…

Wingojin setan kang tak utusi dadyo…

Sebarang wojo lelayu sebet…

Wanita yang ku lihat di foto yang kutemukan di kotak misterius tadi, sama seperti apa yang di ceritakan oleh ayahku barusan.

“Asrii?… Ibuku…..” ucapku dengan bibir bergetar.

Dia bernyanyi dengan merdunya, perlahan menggerakan tubuhku untuk menari.

Logikaku berpikir dan sebisa mungkin untuk bertahan untuk tidak mengikutinya.

Wanita itu makin bernyanyi kencang, air mataku serasa berubah jadi darah dengan urat wajah yang keluar. Menahan bujukan dari wanita itu. Membuat seluruh tubuhku lemah tak berdaya dan ketakutan, ditambah pisau dapur dan gunting melayang dengan sendirinya. Pisau dapur menyayat tanganku, gunting menusuk kakiku. Rasa sakit yang sangat menjalar disertai darah membasahi lantai. Aku hanya bisa diam seperti boneka sembari menangis menahan rasa sakit.

Aku berusaha lari menyeret kaki ku pelan-pelan. Meraih korek dan membakar foto di meja, serta kertas juga kado misterius itu. Wanita yang bernama Asri, yang tak lain adalah ibu kandungku sendiri, melotot, menangis, dan berteriak wanita itu tiba-tiba hilang di gelapnya malam. Aku terjatuh menahan tubuhku yang terluka. Pandanganku perlahan hilang aku pingsan. Aku menghadiri pemakaman orang tuaku, aku menjadi saksi atas meninggalnya kedua orang tuaku.

Orang-orang di sekitar rumah ku mengira bahwa aku gila lalu memasukanku ke rumah sakit jiwa karena cerita dan kesaksian ku yang aneh dan tidak nyata. Namun beberapa minggu kemudian aku di bebaskan setelah apa yang ku ceritakan benar adanya. Di sebuah gudang belakang rumah, tubuh asri dikuburkan, yang ditemukan sudah menjadi tulang belulang. Dari cerita panjang ini satu hal yang kusesali adalah aku mengetahui kisah ini dan aku masih hidup sampai sekarang, setelah malam penuh teror yang menakutkan yang membuatku hampir gila.

Kejahatan selalu menciptakan kesengsaraan yang lebih korosif melalui kebutuhan manusia yang gelisah untuk membalas dendam atas kebenciannya.

-Tamat-

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.