Cerpen,  sastra

AJARI AKU MENJADI NAKAL

Oleh: Satrio Arifiyanto

Pagi ini mendung menutupi sang surya. Rintik air hujan juga masih berjatuhan. Hawa dingin menusuk tulang. Benar-benar cuaca yang membuat badan ini malas untuk beraktivitas. Namun, mau tak mau aku harus menggerakkan tubuh ini untuk berangkat sekolah. Jarak rumahku ke sekolah lumayan jauh. Ku tempuh jarak itu dengan sepeda bututku. Terkadang aku iri dengan mereka yang selalu mengendarai sepeda motor, ya setidaknya mereka tidak terlalu kotor dan basah jika cuaca seperti ini.

Sesampainya di sekolah seragamku benar-benar kotor. Yah, mau bagaimana lagi, sudah menjadi kebiasaan dan aku tak terkejut dengan hal itu.

“Sial, kali ini benar-benar sampai ke dalam,” kataku.

Ku langkahkan kakiku ke kelas, dan tak kusangka disana masih sepi. Yang benar saja, ini sudah pukul 06.55 namun sekolah masih seperti kuburan, tidak ada orang lain disini.

“Huft, kalau tahu begini, mending aku tidur lagi saja tadi.”

Ketika aku keluar karena terlalu bosan di kelas, sepintas aku melihat dia di depanku. Aku penasaran, aku pastikan lagi. Apakah itu benar-benar dia? Dan ternyata benar itu Fira. Fira adalah anak kelas 11 IPS. Parasnya benar-benar ayu, dan dia juga termasuk siswi yang populer di sekolahku. Banyak anak laki-laki yang memperebutkan dia, dan aku juga termasuk demikian. Namun, aku berbeda. Aku tak berani menyatakan perasaan padanya, aku terlalu takut. Aku hanya bisa memandanginya dari kejauhan. Oh tuhan, senyumnya benar-benar manis.

Dalam lamunanku, tiba-tiba Riki datang mengagetkanku.

“Hayoo, lagi lihatin siapa? Ohh, pasti Fira ya?,” ucap Riki.

“A… aku tidak melihat siapa-siapa. Aku hanya sedang melihat hujan,” jawabku.

“Ha ha ha, ayolah kau terlalu bodoh untuk berbohong sobat. Aku tahu kau sedang memandangi si Fira. Mau ku panggilkan?”

“Oy oy, jangan Rik!, jika benar-benar kamu memanggilnya, jangan harap aku mau membantumu mengerjakan PR lagi!,” jawabku dengan muka yang memerah.

“Ha ha ha, oke oke kau tahu, cinta takkan datang tanpa perjuangan.”

“Takdir berkata bahwa sel telur tidak akan mengejar sel sperma. Kau tahu maksudku kan? ha ha ha. “

“Apa maksudmu?!, perkataan bodohmu, benar-benar tidak masuk akal! “

Yah dia adalah Riki, satu-satunya sahabatku di sekolah ini. Perawakannya memang nakal, namun dia memiliki wajah yang tampan, banyak anak perempuan di sekolahku yang menyukainya. Meskipun dia terkadang menjengkelkan, tapi sebenarnya dia adalah orang yang baik. Dia selalu membantuku, menutupi kekuranganku. Sering aku memintanya untuk melatihku berenang. Jujur saja, dalam bidang olahraga bisa dibilang aku tidak berbakat. Riki adalah satu-satunya teman yang bisa ku andalkan.

Bel masuk berbunyi, jam pertama adalah pelajaran Matematika.

Pak Sunaryo, membacakan hasil ulangan kelas kami minggu lalu. Satu persatu teman-temanku dipanggil, dan kini giliran Riki yang dipanggil. Wajahnya tampak lesu, ya bisa kutebak pasti dia mendapat nilai 50 lagi. Saat sampai di tempat dudukku dia memukul kepalaku.

“Ouch, apa yang kau lakukan? Kau tahu, mungkin aku bisa gegar otak gara-gara ini,” ucapku.

“Itu tidak mungkin, aku hanya memukul ringan kepalamu. Oh ya, ngomong- ngomong nilaiku adalah. . . “

“Fajar Suryaputra,” Pak sunaryo memanggilku. Aku dengan tenang melangkah ke tempatnya, dan aku menerima hasil ulanganku. Dia berkata,

“Selamat, seperti biasa nilai kamu sempurna Fajar,” ujar pak Sunaryo. ” Iya pak, terimakasih.” Jawabku.

Aku kembali ke tempat dudukku. Kulihat ada sorot mata yang tertuju padaku, sorot mata yang menakutkan. Ya, itu adalah Dani. Bisa dibilang dia adalah preman disekolah ini. Aku benar-benar heran, kenapa dia bisa masuk ke dalam kelas IPA.

Ah, peduli amat Kataku dalam hati.

Saat aku kembali duduk di tempatku, aku kembali bertanya kepada Riki

“Oh ya, tadi nilai kau berapa Rik? Biar ku tebak, pasti 55.” Ledekku.

Hantaman keras mengenai bahuku. “Auww, sakit Rik!”

“Salahmu sendiri. Apa tidak bisa otak jeniusmu itu berpikir positif tentang sahabatmu ini. Lihat, kali ini aku mendapat 75. Tidak sia-sia aku belajar semalam suntuk. Ha ha ha.”

“Hey, bukankah Itu juga karena aku. Jika aku tak memberitahumu kalau ada ulangan. Pasti kau sedang asyik dengan motormu itu.” Kataku.

“Ha ha ha, iya iya. Thanks untuk bantuannya Jar. Tanpa kau, bisa dipastikan nilaiku 50 lagi.” Jawabnya.

Waktu berputar dengan cepat, dan kini tiba saatnya bel pulang berbunyi. Hari ini benar-benar melelahkan, dan hujan juga masih belum berhenti. Aku memutuskan untuk menunggu hujan reda. Bisa- bisa aku sakit, karena nekat menerobos hujan untuk pulang. Saat aku duduk sambil membaca catatan Kimiaku, seorang anak perempuan tiba-tiba muncul di hadapanku. Sontak saja aku kaget. Dan yang lebih mengejutkan lagi, dia adalah Fira!

“Fi… Fi…Fira. ”

Oh sial, hanya menyebut namanya saja mulutku kaku seperti ini.

“Bolehkah aku duduk, disini? ”

” Te…tentu saja. Silahkan.”

Oh tuhan! Mimpi apa aku semalam. Ini benar-benar hari keberuntunganku. Aku tak menyangka kalau dia akan mau duduk disamping anak laki-laki sepertiku. Aku kembali membaca catatanku, namun tiba-tiba,

“Kamu anak IPA 1 ya? Kalau tidak salah nama kamu Fajar kan?” Dia tahu namaku!! Dia mengenalku! Sial, aku benar-benar gugup.

“Iya, bagaimana kamu tahu namaku? “

“Oh, semua guru disekolah ini membicarakanmu. Bahkan, Pak Sunaryo selalu membicarakanmu dikelasku.” Katanya.

“Benarkah?” Tanyaku.

“Iya, hampir setengah jam pelajaran hanya untuk membicarakanmu. Si bocah jenius. Aku bahkan sempat sebal juga, karena yang dibahas olehnya pasti dirimu.” Ujar Fira.

“A… aku minta maaf “

“He he he, tidak tidak. Aku bercanda kok. Oh ya, perkenalkan namaku Fira Novinda.”

“Eehh?”

Dia… Dia… Mengajak berkenalan denganku!!!! Beberapa detik aku dibuat terpaku diam oleh perkataannya itu.

“Ada apa? Kamu tidak mau berkenalan denganku ya? ” Ucap Fira. ” Tidak, maaf. Iya, namaku Fajar Suryaputra. Salam kenal.”

“Oke. Salam kenal Fajar.”

Dia mengucapkan kalimat itu, sambil mengedipkan satu matanya. Ahh, sungguh bidadari surga telah hadir didepanku.

“Oh ya, aku sudah dijemput nih. Aku pulang dulu ya. Sampai jumpa Fajar.”

” Iya, sampai jumpa Fira”

Ketegangan mulai menurun,tensi darahku juga mulai normal. Detak jantung yang semula mau copot, kini kembali ke iramanya. Hujan juga mulai berhenti, kini saatnya aku pulang.

Semenjak kejadian itu, aku dan Fira menjadi teman. Di luar dugaanku, dia adalah anak yang mudah bergaul, selain itu dia juga baik hati. Kami sering kali pergi bersama ke perpustakaan untuk membaca buku, dia juga sering memintaku untuk membantunya belajar dan mengerjakan tugas. Ya, walaupun aku tidak masuk dikelas IPS namun aku tak merasa kesulitan membantunya. Sebagai balasannya dia sering mentraktirku jajan di kantin, aku selalu berusaha menolaknya, tetapi dia selalu memaksaku dengan berkata,

“Kamu jahat! Kalau kamu gak mau menerima ini, aku bakalan ngambek.”

Ya  ampun,  aku  tidak  bisa  apa-apa  selain   menuruti   perkataannya.   Kami sering duduk bersama di taman sekolah, ya untuk sekedar ngobrol-ngobrol ringan mengenai kehidupan kami.

“Jadi kamu belum pernah sama sekali punya pacar Jar?” Tanya Fira kepadaku.

“Iya. Habis mau bagaimana lagi. Tidak ada anak perempuan yang mau denganku. Kamu tahu kan, aku tak mempunyai daya tarik untuk hal seperti itu.” Jawabku.

“Hi hi hi, aku tidak percaya dengan alasanmu Jar. Aku yakin pasti ada alasan lain. Dan kalau boleh tahu, apa kamu pernah jatuh cinta? “

Dia melontarkan pertanyaan yang tak mungkin bisa aku jawab. Jika aku jawab belum itu artinya aku berbohong, dan jika aku jawab pernah pasti dia bertanya kembali siapa yang membuatku jatuh hati. Mana mungkin aku akan menjawab bahwa dialah yang membuatku jatuh hati!

“He he, anu. . . Sebenarnya aku. . .” ” Hei Jar!!” Suara Riki memanggilku.

Untunglah, Aku terselamatkan.

“Oh ada Fira juga, hai Fir.” “Hallo, Riki.

“Ada apa rik? Tumben kamu mencariku.” kataku

“Hadeeh, oke. Sekarang kau sudah melupakanku. Baiklah aku akan pergi.”

“Oy oy, bukan begitu. Ayolah, jangan bersikap begitu.”

“Ha ha ha, tidak. Aku bercanda jar. Aku hanya ingin mengajakmu pergi nanti sore.”

“Mau kemana?” Tanyaku

“Ke rumahku. Aku ingin kau membantuku mengerjakan tugas Fisika yang kemarin.”

“Baiklah.”

“Oh iya Fir, kalau kamu mau. Kamu bisa ikut. Ya itung-itung silaturahmi lah.”

Aku kaget mendengar perkataan Riki tersebut. Silaturahmi katamu, ada hubungan apa sebenarnya Riki dengan Fira?

“Oke, aku juga akan kesana.” Sahut Fira.

Bel masuk memaksa perbincangan kami berhenti. Kami kembali ke kelas masing- masing. Di tengah perjalanan menuju kelas, aku bertanya kepada Riki.

“Rik, emang kamu sama Fira ada hubungan apa?” Tanyaku.

“Ha ha, oh ya. Aku lupa mengatakannya padamu. Fira adalah sepupuku.”

“Apa??!! Kenapa kamu tidak pernah memberitahuku?”

“Kau tidak pernah bertanya, jadi mana mungkin aku ingat untuk memberitahumu.”

“Kejam!” kataku.

“Ha ha ha, iya ya. Aku minta maaf.”

Waktu telah menunjukkan pukul 15.00, aku sudah sampai di rumah Riki untuk membantunya. Riki adalah anak tunggal. Dia tinggal bersama ibunya, dan ayahnya bekerja di sebuah perusahaan ternama di Jakarta. Jadi di rumahnya hanya ada Riki dan ibunya. Ayahnya hanya beberapa bulan sekali pulang kerumah.

“Fira akan datang terlambat Jar. Mungkin pukul 4.”

“Heh, kamu menyambut tamu dengan perkataan itu. Memang apa peduliku dengannya.”

“Ha ha ha, ayolah. Aku tahu, hatimu pasti sedang tak tenang, karena akan bertemu Fira.” Ucap Riki.

Kemudian dia melanjutkan perkataannya,”Kau ingin tahu, bagaimana caranya untuk menaklukkan hati Fira?”

“Bisakah kita tidak membicarakannya, Rik? kamu tahukan, aku tidak mampu melakukannya.

“Ayolah sobat, aku yakin kau pasti bisa.”

“Benarkah?” Tanyaku.

“Iya.” Dia mulai menunjukkan tatapan yang serius. “Lalu, bagaimana caranya.” Tanyaku.

“Baiklah. Sebelumnya aku perlu memberitahumu, kalau Fira sebenarnya juga sama denganmu. Dia belum pernah punya pacar. . . dan”

“Mana mungkin?! Aku tidak percaya.”

“Oy! Biarkan aku selesaikan kalimat ku.”

“Baiklah”

“Dia memang belum pernah mempunyai pacar, kau tahu alasannya mengapa? Karena Dia sudah jatuh cinta terlebih dahulu denganmu. Namun, sebagai anak perempuan dia merasa malu untuk menunjukkan hal itu kepadamu.”

“Mustahil! Aku tidak percaya!”

Tentu saja aku mengatakan itu, mana mungkin seorang gadis secantik dan sepopuler Fira menyukaiku. Akal sehatku benar-benar tidak mempercayainya.

“Terserah mau percaya atau tidak. Yang penting aku sudah memberitahumu. Ya sudahlah, cepat bantu aku mengerjakan ini.”

“Baiklah.”

Jujur saja perkataan Riki benar-benar mengganggu pikiranku. Aku tidak bisa fokus, aku terbayang-bayang dengan ucapannya tadi. Dan kemudian aku memberanikan diri untuk bertanya kepada Riki.

“Rik, kamu sudah pernah pacaran kan?”

“Sudah. Kenapa kau bertanya seperti itu?”

“Bisakah kamu memberitahuku bagaimana caranya mengungkapkan perasaanmu itu kepada pacarmu waktu itu?”

“Oh, aku hanya mengatakan kalau aku suka kepadanya.”

“Sesederhana itukah?”

“Ya.” Jawab Riki.

“Kau tahu sobat, terkadang sikapku memang seenakknya sendiri. Aku memang nakal. Tapi asal kau tahu saja, aku tetap memegang teguh sopan santun.”

“Aku tahu hal itu.”

“Terkadang nakal adalah sikap yang perlu kau miliki. Bukan nakal yang membuatmu menjadi seperti Dani. Tapi nakal yang mampu membuatmu berani. Maafkan aku jika ini menyinggung hatimu. Aku tahu tahu kau memang jenius, hampir di semua mata pelajaran kamu mendapat nilai sempurna. Namun, 2 hal yang kurang darimu, yaitu keberanian dan kepercayaan diri. Itu yang masih nihil. Itulah mengapa di pelajaran olah raga kau sangat buruk. Kamu tidak pernah mau untuk mencobanya Jar.”

Perkataan riki sungguh sangat tepat, aku tak bisa menyangkalnya kalau memang dua poin itulah kelemahan terbesarku.

“Ya, kamu benar Rik. Aku memang terlalu takut untuk mencoba. Aku juga sering minder, untuk bersosialisasi dengan teman-teman.”

“Ya itulah masalahnya, Jar. Kamu harus berani. Tidak ada manfaatnya jika otak cerdasmu itu tak diimbangi dengan sikap sosialmu. Kamu harus berani untuk tampil di depan banyak orang. Buktikan bahwa kamu memanglah orang yang jenius.”

“Ya kamu benar. Aku harus berubah. Tak kan ada perubahan yang terjadi jika aku tak berani keluar dari zona ini. Humm, Rik mau kah membantuku?” Tanyaku kepada Riki.

“Tentu saja, aku mau membantumu. Apa yang perlu ku bantu sobat?”

“Mau kah mau membantuku untuk menjadi nakal?”

“Ha ha ha ha, tak kusangka secepat ini kau akan berubah. Baiklah aku akan membantumu.” Jawab Riki.

“Terimakasih sobat, lalu pertama apa yang harus aku lakukan?” Tanyaku. “Ungkapkan perasaanmu itu kepada Fira.”

Bagai disengat lebah aku mendengarnya, yang benar saja. Aku harus mengungkapkannya secepat itu.

“Tapi…”

  “Tidak ada kata tapi kawan. Kau tahu sendiri kan, banyak anak laki-laki yang mengejarnya. Jika kau lamban, tidak menutup kemungkinan Fira akan direbut oleh orang lain.”

Tak kusangka Riki mampu berkata sepuitis itu, ya dia memang sahabat terbaikku. “Baiklah, aku akan mengungkapkannya.”  Tekadku dalam hati.

Tak lama kemudian Fira datang, dia benar- benar cantik hari ini. Dia mengenakan baju berwarna biru, dengan rok panjang yang berwarna hitam. Riki langsung menyambutnya, dan aku hanya bisa duduk di meja ini, mempersiapkan diriku untuk mengatakan perasaanku kepada Fira.

Setelah Fira bertemu dengan ibu riki, mereka menghampiriku. Namun, tiba- tiba Riki meninggalkan kami. Dia berkata jika ia mendapat panggilan alam dan tak bisa ia tahan. Ayolah alasan konyol apa itu! Suasana canggung benar-benar terasa diantara kami, mulutku belum mengeluarkan satu kata pun dan begitu juga dengan

Fira. Tidak seperti biasanya dia diam seperti ini. Dengan keberanian yang sudah aku kumpulkan, aku memulai perbincanganku dengan dia.

“Hemm, tadi kamu berangkat dari rumah jam berapa Fir? ” tanyaku. “Kalau gak salah jam 15.30, Jar.” Jawab Fira.

“Ooo, begitu. Emm, anu… Fira, ada sesuatu hal yang ingin kubicarakan dengan kamu.”

Oke, aku memulai ini. Momen bersejarah dalam hidupku! “Iya, mau ngomong apa Jar?” Tanya Fira.

“Apakah kamu sudah punya pacar?” Tanyaku. “Ehhh??”

Reaksi Fira benar- benar membuatku bingung, dan takut. Apakah dia akan memarahiku dan kemudian menjauhiku? Ah, Masa bodoh. Yang penting ini harus segera berakhir.

“Kenapa Fir?” Tanyaku.

“Tidak apa-apa Jar. Aku hanya kaget saja, tiba-tiba kamu menanyakan hal seperti itu. Emm, aku belum punya pacar, Jar.” Ucapnya.

“Sungguh?” Tanyaku untuk memastikannya. “Iya, aku tidak berbohong.” Jawab Fira.

“Kalau begitu, mau kah kamu menjadi pacarku Fira? Sejujurnya aku sudah memendam perasaan ini sangat lama. Dari saat pertama aku melihatmu aku sudah jatuh hati padamu.”

Akhirnya, aku berhasil mengatakannya. Pertama kalinya dalam sejarah, aku mengatakan hal seindah ini. Aku melihat rona kemerahan muncul di kedua pipi Fira, dan sangat jelas kalau sikap Fira mulai gugup.

“A…Apa kamu yakin Jar??” Tanya Fira kepadaku.

“Tentu saja, Fir. Aku sudah memendam perasaan ini terlalu lama. Dan aku pikir ini adalah saatnya aku mengatakannya.” Jawabku.

Aku tak bisa menjelaskannya dengan kata-kata apa yang kurasakan dihatiku ini, perasaan yang campur aduk antara takut, lega, bangga, dan bahagia bercampur jadi satu. Nampak Fira mulai menatapku dan dia menganggukkan  kepalanya. Sesaat aku merasa dunia ini berhenti. Apakah ini berarti jawabannya adalah “iya”?

Disaat seperti ini tiba-tiba Riki datang dengan berkata,

“Ciee… ciee… Akhirnya sobat dan sepupuku jadian juga. Oke. Saatnya pengumuman di medsos! “

“Oy Oy!!! Apa maksudmu? Aku mohon jangan lakukan itu Rik! ” Ucapku.

“Iya Riki. Kami baru saja jadian, dan lagi pula aku tak ingin teman-temanku mengetahui hal ini.”

“Ha ha ha, terlambat…Aku sudah memostingnya. Detik-detik saat Fajar nembak Fira. Fuha ha ha.”

Ahh sial! Jadi sebenarnya dia tidak ke toilet, melainkan merekam semua pembicaraanku dengan Fira. Oh, aku tak tahu apa yang akan terjadi esok hari di sekolah. Namun yang pasti aku akan menghadapinya dengan berani.

Terimakasih sobat, kali ini kau benar-benar membantuku. Dan untuk Fira, terimakasih untuk balasan perasaanmu padaku.

Aku cinta kalian.

Biografi Penulis

Bernama Satrio Arifiyanto. Pemuda kelahiran Pekalongan 25 Desember 1997 ini merupakan seorang mahasiswa Jurusan Tadris Bahasa Inggris, IAIN Pekalongan. Ketertarikannya pada Bahasa inggris bermula dari musik Rock yang sering ia dengar di lingkungannya. Bermodalkan ketertarikan tersebut mengantarkan ia dalam sejumlah prestasi seperti Mr. English T-BIG 2018 dan berhasil menulis sebuah artikel penelitian di Jurnal nasional.

Satrio merupakan penggemar anime. Kecintaannya terhadap anime memperkaya wawasannya serta mempengaruhi gaya Bahasa yang ia gunakan dalam tulisannya. Selain itu, dia juga gemar membaca kisah-kisah pewayangan. Salah satu target yang ingin ia capai adalah menulis kisah wayang dengan bungkus cerita yang dapat diterima oleh para generasi muda. Pemuda ini dapat dihubungi melalui akun Instagram @satrioarifiyanto atau E- mail: satrioarifiyanto25@gmail.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.