Penuh Arti
Karya: Rahmah Hidayah
Dengan langkah malas aku menyusuri jalanan yang saat ini sedang kutapaki. Tak tentu arah dan tujuan yang jelas. Sampai akhirnya aku memutuskan duduk di warung untuk memesan minuman dingin. Kebetulan sekali dengan keadaan siang ini yang sedang terik. Ditambah lagi keadaan hatiku yang sedang tidak baik-baik saja.
Oh ya kenalin, namaku Jihan. Mahasiswi semester 3. Dan aku seorang anak rantau.
Akhir-akhir ini banyak sekali masalah yang datang menyambut. Ah! Rasanya ingin meledak kepalaku ini. Mungkin saja ini bagian dari pendewasaan diri.
Melamun sambil duduk di warung, itulah yang sedang kulakukan sekarang ini. Namun tiba-tiba suara melengking menyadarkanku, ternyata itu sahabatku, Abel. Kebetulan Abel ini satu kos kamar denganku, ya Abel juga anak rantau. Kami dari kota yang sama.
“Jihannnnnnn”. Astaga Abel ini benar-benar dahsyat suaranya.
” Ihhh ya ampun, kenapa sih Bel ganggu aja!” Jawabku jutek.
“Hehehe sorry Han, soalnya kamu sih dipanggil-panggil gak denger. Malah ngelamun kaya orang bego”. Cukup lama kami berdiam duduk di warung sambil diselingi sedikit obrolan ringan
.”Balik ke kos an yuk Bel, capek nih”. Kataku, dan disetujui Abel. Kebetulan juga waktu sudah sore.
Setalah tiba di kos aku dan Abel langsung merebahkan diri di kasur. Kebiasaan Abel kalau sudah bertemu kasur pasti cepat tertidur pulas, seperti sekarang ini. Oh ya, sebenarnya sedari tadi banyak sekali yang kupikirkan, mengenai masalah dengan pacarku, tugas-tugas kuliah, sahabat SMA yang dari dulu membenciku belum juga menemukan titik terang dan satu lagi rindu dengan keluarga. Memikirkan hal ini sungguh menguras pikiran, sampai-sampai membuatku pusing. Pernah waktu itu aku jatuh sakit selama seminggu karena terlalu banyak pikiran, dan kali ini aku berharap semoga tidak terulang lagi. Bisa gila aku lama-lama.
Ngomong-ngomong soal pacarku, kami sudah menjalin hubungan selama 1 tahun lebih. Bisa dibilang kami ini LDR. Biasanya jika kami ada masalah pasti bisa langsung diselesaikan, namun entah kenapa kali ini berbeda, tiba-tiba sikap dia berubah, lebih sering marah-marah, jutek dan cuek. Apa mungkin dia sudah bosan? Entahlah. Panjang umur sekali, orang yang sedang kupikirkan tiba-tiba menelpon. Dengan buru-buru aku langsung mengangkat nya tidak lupa senyuman mengembang lebar terpatri menghiasi.
” Halo Han.. ” Sapanya dari seberang telepon. Nama pacarku sebut saja Vino.
“Iya Vin”
“Sebelumnya aku minta maaf, tapi aku mau hubungan kita sampai disini aja!”.
” Maksudnya?” Senyum yang tadi melebar kini hilang.
“Kita putus Han, maaf yah kalo aku nyakitin kamu”
“Tap_ii…. ” Sambungan telepon putus begitu saja. Ingin berujar pun tak mungkin karena telepon putus begitu saja.
Sepertinya dia memang sudah mengumpulkan niat untuk pergi, dan hari ini waktu yang tepat. Tanpa mengucapkan sepatah kata penjelasan yang jelas. Kamu mengakhiri segalanya tanpa beban. Tanpa sadar air mataku ini mulai menetes. Menangisi kepergianmu.
“Jihan, heii kamu kenapa Han?”
Mungkin karena suara isak tangisku membuat Abel jadi terusik dari tidurnya.
Tanpa bertanya lagi Abel langsung menenangkan dengan memelukku. Sampai aku tenang Abel kembali bertanya.
“Mau cerita?” Ku anggukkan kepala ku merespon pertanyaan Abel.
“A ku pu tus sama Vin o Bel”
“Alhamdulillah” Respon Abel kemudian membuatku kesal langsung saja kupukul tangannya.
“Ihh Jihan dengerin aku ngomong dulu dong”, protesnya.
“Jadi gini, kenapa aku bilang Alhamdulillah? karena waktu itu aku mau ngerjain tugas kelompok di kafe, aku gak sengaja liat Vino sama cewek mesra banget. Gak tau juga sih kenapa Vino bisa ada di Kota ini, mungkin mau ketemu sama cewek yang aku maksud tadi. Sebenarnya aku udah mau bilang waktu itu sama kamu tapi takut kamu nangis kejer gak berenti 7 hari 7 malam wkwkwk”.
“Ngeselin kamu Bel, ngejelasin tapi sambil ngeledek. Tapi gak papa, makasih yah bel udah selalu ada buat aku”
“Iya sama-sama, udah ah jangan nangis mending kita ngerjain tugas aja, udah numpuk tuh deadline semua”.
“Ah ya ampun tugas sudah melambai-lambai ke kita Bel”
“hahahaha!!!!”
Pagi yang cerah kembali menyapa, walaupun hati sedang galau merana, tapi kuliah jangan sampai lupa. Di pagi ini, aku dan Abel ada kelas. Kami sudah berada di kampus dari jam 7 pagi, dan saat ini jam sudah menunjukkan pukul 11 karena itu, kami sedang mengisi perut dengan duduk di gazebo kampus setelah selesai pelajaran yang cukup menguras tenaga. Kutengok ke samping kiri ada Abel yang sedang melakukan panggilan video call dengan orang tuanya.
“Jadi kangen Ibu, pengen pulang. Oh ya kabar ibu gimana yah? Coba deh aku vc” batinku.
Saat aku akan melakukan panggilan video call ternyata ibu sudah lebih dulu, aku bahagia sekali.
“Assalamu’alaikum, Ibu” Sapaku antusias dengan mata yang bisa dibilang berkaca-kaca.
“Waalaikumsalam nak, gimana kabarmu? Baik-baik aja kan?”
“Alhamdulillah, kabar Jihan baik bu. Ibu sendiri gimana kabarnya? Bapak juga gimana, bu?” Tanyaku beruntun.
“Ibu sama Bapak alhamdulillah, baik juga”.
“Jihan pengen pulang, kangen Ibu sama Bapak” Runtuh sudah pertahananku, air mata yang kubendung jatuh juga. Kulihat Abel yang diberada sebelahku masih melakukan panggilan video call dengan orang tuanya. Ibuku membalas dengan senyuman, atas perkataanku
“iya Ibu juga kangen”,
“Nak, kamu yang semangat yah kuliahnya. Jangan sering ngeluh kalau ada tugas banyak, kerjain aja. Ibu yakin kamu pasti bisa! Anak ibu sama bapak kan hebat”. Tutur Ibuku.
Ah, aku jadi ingat setiap kali ada tugas kampus pasti selalu ngeluh gak bisa ngerjain, padahal selama semester 1-2 aku bisa melewatinya. Terkadang aku terlalu memikirkan apa yang belum tentu terjadi kedepaku. Padahal sebenarnya semua akan baik-baik saja, malahan pikiran-pikiran yang kutakutkan inilah yang bisa membunuhku sendiri.
“I-ya bu, maafin Jihan yah bu. Makasih juga bu atas nasihatnya”.
” Iya nak, Ibu selalu berdoa untuk kamu”.
“Yaudah bu, aku tutup dulu yah, assalamualaikum”,
” Waalaikumsalam”.
Setelah panggilan berakhir, kulihat lagi ke arah Abel yang sedang mengusap sisa-sisa air matanya. Seperti Abel baru saja menangis sama sepertiku. Kalau sudah bicara sama orang tua apalagi sedang berjauhan jarak, air mata gampang sekali turun.
“Han, gimana kalau kita healing ke pantai. Siapa tau pikiran kita bisa lebih tenang!”
“Boleh, yaudah yuk”. Kebetulan tidak ada kuliah lagi jadi kami berdua pergi ke pantai.
Saat di pantai tidak sengaja aku dan Abel menabrak seseorang, karena saking asyiknya main kejar-kejaran. Kudongakkan kepalaku untuk melihat seseorang yang tak sengaja ditabrak tadi. Betapa terkejutnya saat seseorang yang di tabrak itu adalah Vino dengan sahabat SMAku, yaitu Risma, dia sangat membenciku karena sebuah Kesalapaham waktu dulu. Mungkin saat ini Abel juga sama terkejutnya.
“Vino, Risma kalian ngapain disini?” Tanyaku to the point karena sudah sangat penasaran.
“Liburan bareng keluarga” Balas Vino.
“Kalian pacaran?” Tanyaku lagi.
“Iya! kenapa? gak terima?” Sewot Risma.
“Ris kamu kenapa sih? Dulu itu kamu salah paham sama aku dan Riyan! Kita gak nusuk kamu dari belakang, waktu dulu Riyan cuma mau bikin suprise birthday party buat kamu dan dia minta bantuan aku. Terserah kamu mau percaya atau enggak, yang penting aku udah jelasin sama kamu!”. Kataku kemudian langsung menarik tangan Abel untuk pergi dari sana.
Ternyata ini akhir dari kisahku?
Percayalah ketika seseorang memberi luka, maka disitu juga akan datang seseorang penyembuh luka. Cukup nikmati prosesnya dan selalu berusaha bahagia. Mungkin untuk saat ini aku harus banyak banyak bersyukur dalam proses pendewasaan ini.
“YANG GAK PENTING GAK USAH DI PIKIRIN, MENDINGAN HEALING AJA” teriak Abel membuatku tertawa keras.
‘Sekarang aku sadar bahwa dunia remaja menjadi masa yang penting bagi setiap orang, karena pada tahap itu banyak hal-hal yang terjadi untuk pendewasaan diri. Di semesta ini, aku akan bertemu dengan banyak orang yang beragama, menjalani manis pahitnya lika liku kehidupan. Ketika hal baru terjadi padaku akan ku tanggapi‘ batinku.