Peringati Hari Sumpah Pemuda Bangkitkan Jiwa Nasionalisme Generasi Milenial
Karya : Dyah Muttamimah
Hari Sumpah Pemuda yang diperingati setiap tanggal 28 Oktober merupakan suatu peristiwa yang telah menjadi bagian penting bagi sejarah Indonesia. Peristiwa ini bermula dari cara pandang para anak muda di masa pelik penjajahan yang menginginkan revolusi baru. Cara pandang yang berbeda tentunya berasal dari berbagai latar belakang pula seperti organisasi, daerah, ras, suku dan agama. Para anak muda ini kemudian berhasil membangun tradisi baru perjuangan, tujuannya tentu saja untuk meraih kemerdekaan.
Peristiwa sumpah pemuda menjadi satu titik awal perwujudan kesadaran secara nyata sebuah bangsa. Tanpa peristiwa ini, mungkin saja semangat persatuan melawan penjajah tidak pernah terwujud. Untuk mencapai suksesnya kebebasan bangsa Indonesia dari penjajahan, bangsa Indonesia perlu membangun sikap kesadaran. Proses membangun kesadaran sebagai sebuah bangsa telah dimulai sejak tahun 1890-1930.
Di periode ini semangat perjuangan kemerdekaan dipelopori oleh sebagian besar kaum milenial revolusi di masa itu. Gerakan ini tentunya memiliki visi guna mencapai suksesnya tujuan. Visi yang diemban pun mengalami perubahan orientasi dari yang awalnya bersifat kedaerahan, kemudian mulai berganti dengan terbentuknya jiwa kebangsaan dan nasionalisme. Perjuangan dimulai dengan berbagai cara, tak hanya melalui perang melawan penjajah, juga melalui gerakan yang terorganisir.
Gerakan perlawanan ini mulai bermunculan, seperti Budi Utomo, Sarikat Islam, Jong Java, dan beberapa organisasi perempuan seperti Putri Mardika yang masih dalam lindungan Budi Otomo. Membahas sedikit tentang Sejarah Sumpah Pemuda, jauh sebelum lahirnya sumpah pemuda, para pejuang dalam melakukan Perjuangannya melawan penjajah hanya dengan perlawanan fisik dan lebih percaya dengan kekuatan kesukuan dan kedaerahan. Kondisi ini tentunya memuluskan praktik politik dan adu domba bangsa penjajah yang sedari awal tau akan kelemahan dari bangsa yang memiliki keberagaman.
Memasuki abad 20 arah perjuangan di Indonesia mengalami pembaharuan dengan ditandai lahirnya gerakan pemuda intelektual, lingkar-lingkar belajar, pendidikan-pendidikan politik yang mengadopsi pengetahuan eropa, menyerap ide-ide kebebasan, mempelajari teori-teori perjuangan rakyat di berbagai Negara hingga kenajuan revolusi besar seperti di Rusia. Hal tersebut mendorong pemuda intelektual Indonesia untuk menuangkan gagasan nya kedalam gerakan pembebasan rakyat atas penjajahan kolonial. Dengan demikian pembentukan kesadaran nasional pada waktu itu melalui bantuan kapitalisme percetakan di Indonesia.
Percetakan pada saat itu menjadi media pembentukan bahasa nasional yang mampu membentuk jiwa sebangsa setanah air dan menularkannya hingga ke pelosok-pelosok negeri. Lahirnya Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928 bermula dari sebuah manifesto politik yang dikeluarkan oleh Perhimpunan Indonesia (PI) di Belanda pada tahun 1925. Gerakan ini mengeluarkan tiga pokok pemikiran.
a. Rakyat Indonesia sudah sewajarnya diperintah oleh pemerintah yang dipilih sendiri.
b. Dalam memperjuangkan pemerintahan tidak diperlukan bantuan dari pihak manapun.
c. Tanpa persatuan, perjuangan tidak akan dicapai.
Menindaklanjuti gerakan ini Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia (PPPI) mengadakan pertemuan para pemuda se-Nusantara, yakni Kongres Pemuda I pada tanggal 30 April 1926 – 2 Mei 1926, di Jakarta dan berlanjut pada Kongres Pemuda II pada tanggal 27 – 28 Oktober 1928, di Jakarta. Pada pertemuan kedua dihadiri oleh beberapa organisasi pemuda kedaerahan seperti Jong Java, Jong Celebes, Jong Sumatranen Bond, Jong Ambon, Jong Batak, Jong Islamieten Bond, Pemuda Kaum Betawi dll. Para peserta kongres telah menyepakati dasar-dasar persatuan dan melahirkan Sumpah Pemuda dengan ikrar yang berbunyi “Mengaku Bertumpah Darah Satu-Tanah Air Indonesia, Berbangsa yang Satu-Bangsa Indonesia, dan Menjunjung Bahasa Yang Satu- Bahasa Indonesia”. Dengan demikian, Sumpah Pemuda bukan hanya mendorong semangat persatuan rakyat Indonesia. Akan tetapi Sumpah Pemuda juga membangun tradisi baru perjuangan untuk mencapai kemerdekaan Indonesia.
Membahas mengenai nasionalisme, nasionalisme ini menjadi masalah yang fundamental bagi sebuah negara. Tantangannya akan sulit jika suatu negara memiliki karakter pluralistik, contohnya seperti Indonesia. Dengan demikian, dalam proses “menjadi Indonesia” akan selalu terdapat pressing faktor yang dapat memicu perpecahan kapan saja. Jika dikaitkan pada masa sekarang, Nasionalisme di era milenial tentunya sangatlah berbeda.
Pada mulanya perjalanan sejarah bangsa Indonesia disebut sebagai sejarah anak muda. Pernyataan ini tidaklah berlebihan jika melihat fakta sejarah, bahwa dalam setiap peristiwa besar yang dialami oleh bangsa ini melibatkan para pemuda. Seperti kebangkitan nasional pada Tahun 1908, sumpah pemuda pada Tahun 1928, Proklamasi Pada Tahun 1945, Revolusi pada Tahun 1966, serta Reformasi pada Tahun 1998. Artinya meskipun masih muda kaum milenial selalu dapat mengambil peran yang mampu menciptakan sejarah dan dapat melakukan sebuah perubahan.
Jiwa nasionalisme tentunya tidak hanya cukup dengan mengenal tokoh-tokoh pahlawan dan memahami sejarah saja. Hal ini dikarenakan keberhasilan-keberhasilan perjuangan kaum muda terdahulu akan membentuk perasaan romantisme kejayaan masa lalu yang akan menurunkan daya kritis milenial sekarang. Nasionalisme bagi generasi milenial sekarang mungkin bukan termasuk hal fundamental yang harus dibahas dan dimaknai kembali. Tantangan generasi milenial zaman sekarang adalah mengejar ketertinggalan, membangkitkan semangat juang, serta menghalau jajahan dari budaya-budaya asing kepada Negara kita. Dalam memaknai kembali peringatan Sumpah Pemuda, seluruh generasi milenial dapat kembali membentuk kesadaran nasional baru menurut apa yang di identifikasikan sebagai tantangan yang baru guna kemajuan bangsa Indonesia. Satu hal pasti, bahwa keberagaman adalah kekuatan utama yang kita gunakan untuk menciptakan kembali perubahan dan mengukir sejarah pemuda dan bangsa yang gemilang.