Cerpen

Harapan

Karya : Shinta Nuriyah

Suara alam mengusik tidur seorang gadis desa yang penuh harapan dan ambisi. Dia adalah Dina gadis yang terlahir dari keluarga yang sederhana. Ia bergegeas bangun dari tempat tidurnya untuk menjalankan sholat subuh. Dalam sholatnya Ia berdoa agar keinginannya untuk mendapat beasiswa di perguruan tinggi  dapat tercapai. Waktu sudah menunjukkan pukul 6:30 pertanda bahwa Ia harus segera berangkat ke sekolah. Dina terkenal sebagai siswa yang berprestasi.

Sejak duduk dibangku SD Dina sudah menunjukkan berbagai bakat dan prestasinya, karena memang dulu ibunya seorang guru  dengan didikan yang sangat baik. Dina bersekolah disalah satu SD favorit di desanya, tetapi dia  hanya bertahan  5 tahun saja karena ayahnya pindah tempat bekerja, dengan terpaksa ayahnya mengajak keluarganya ke rumah baru yang dekat dengan ayahnya bekerja dan Dina pun harus pindah sekolah. Sekarang Dina hidup dilingkungan orang yang kaya dan rata-rata memiliki mobil dan rumah mewah sedangkan keluarga Dina hanya memiliki rumah yang sederhana dan motor butut yang selalu dibawa kemana-mana oleh orang tua Dina.

 Setelah mencari sekolahan yang dekat rumah akhirnya menemukan salah satu sekolah yang lumayan dekat dengan tempat tinggal mereka yang baru tetapi tetap saja jarak dari rumah membutuhkan waktu setengah jam untuk sampai di sekolahnya yang baru. Di sekolah barunya bukannya mendapat sambutan baik dari teman-temannya Dina malah jadi bahan bullyan karena Dina terlahir dari keluarga yang tak begitu kaya, setiap hari diejek karena setiap berangkat kesekolah Ia menggunakan sepeda sedangkan hampir seluruh siswa disitu diantar dan jemput menggunakan mobil pribadi orang tua mereka.

“Dina tadi kok kamu berangkat naik sepeda si? Ngga punya mobil ya? Dasar orang miskin,” ucap Sarah dengan nada mengejek.

 Sontak semua orang yang ada di kelas menertawakan Dina. Dina pun hanya bisa diam dibangku mendengar ucapan Sarah yang sangat menyakitkan itu. Sarah mempunyai watak yang sombong. Pelajaran hari itu telah habis, sambil mengayuh sepedanya, Dina terus memikirkan apa yang Sarah ucapkan tadi, sesampainya di rumah Ia langsung mencagak sepedanya. Ibunya yang melihat dari dalam rumah, melihat Dina tampak mengeluarkan air matanya, kehawatiran pun muncul dari benak seorang ibu.

“Kamu kenapa Nak, kok nangis gitu?” Tanya ibu dengan kekhawatirannya.

“Tadi aku di sekolah diejek karena berangkat ke sekolah naik sepeda sendiri Bu, emang salah ya Bu kalo berangkat sekolah pake sepeda?” Ucap Dina dengan nada lesuh.

“Ngga salah Din, kita memang dari kelurga yang tidak kaya tetapi kita wajib mensyukuri apa yang kita miliki sekarang, ya sudah sekarang kamu mandi dulu biar seger.”

Lalu Dina bergegas menuju kamarnya untuk meletakkan tas dan langsung menuju kamar mandi. Bully-an itu membuat Dina tidak fokus dengan materi yang disampaikan oleh guru, Dina terus memikirkan  bully-an yang dilontarkan  oleh Sarah. Hingga akhirnya prestasi Dina menurun sangat drastis, Ia menjadi tidak semangat belajar bahkan sempat tidak mau melanjutkan sekolahnya.  Setelah melewati banyak cobaan Dina pun lulus dengan nilai pas-pasan.

Setelah lulus SMP Dina melanjutkan ke sekolah menengah atas yang tidak jauh pula dari rumahnya. Bully-an yang dilakukan oleh teman nya dulu masih terbayang-bayang dipikiran Dina walaupun kejadian itu sudah 3 tahun lamanya dan kejadian itu membuat Dina masih belum menumbuhkan semangatnya lagi untuk belajar. Ayah dan ibu Dina sudah berusaha mengebalikan semangat belajarnya tetapi hal itu tidak berhasil membuat Dina menjadi semangat seperti semula.

“Nak kenapa kamu sepertinya tidak bersemangat semenjak kejadian yang lalu? Kamu harus semangat agar cita-citamu mendapatkan beasiswa ke pergurun tinggi bisaterwujud,” ucap ibu.

Mendengar perkataan ibu tadi, Dina hanya menganggukkan kepalanya. Hari pertama masuk sekolah SMP Dina belum juga mendapati teman yang bisa diajak cerita, belajar kelompok, istirahat ke kantin karena mungkin masih menjadi murid baru Dina belum berani memperkenalkan diri atau mengajak bicara dengan teman-teman barunya. Karena Dina adalah seorang yang pemalu pada saat itu.

Dina berpikir bahwa jika Ia terus memikirkan masa lalunya ini tidak akan membuatnya berpikir maju dan tida bisa mencapai tujuannya untuk mendapatkan beasiswa ke perguruan tinggi. Perlahan Dina berusaha melupakan kejadian yang dulu pernah dialaminya, dengan mencari kesibukan seperti bermain badminton karena dia sangat suka dengan badminton, menyibukkan diri dengan cara membantu ibunya berjualan di rumahnya. Selain membantu ibunya Dina juga rajin membaca novel-novel untuk menghibur dirinya .

Suatu hari Dina sedang berjalan menuju kelasnya, tiba-tiba datanglah seorang gadis imut, lucu, ceria, dan baik itu mengampiri Dina yang sedang berjalan.

“Hai!” Sapaan siska dengan senyuman manisnya.

“Hai juga,” saut Dina agak kebingungan.

“Kamu siapa?” Tanya Dina.

“Perkenalkan aku Siska,” jawab siska sambil menyodorkan tangannya.

“Oh iya Siska salam kenal, aku Dina dari kelas A, kamu dari kelas apa?” Tanya Dina.

“Aku dari kelas B,” jawab Siska. Tiba-tiba bel masuk berbunyi itu menandakan bahwa pelajaran akan segera dimulai

“Bel masuk udah bunyi tuh Sis hayu kita masuk,” ucap Dina.

“Hayuk, eh tunggu Din, nanti pulangnya bareng aku ya,” ucap Siska

“Kamu naik apa?” Jawab Dina

“Aku dijemput sama bapakku naik mobil,” ujar Siska.

“Oh iya boleh Sis, makasih ya,” jawab Dina. Merekapun  berpisah menuju ke kelasnya masing-masing.

Semenjak pertemuan kemarin dan menjalani hari-hari bersama di sekolah, mereka menjadi akrab walaupun berbeda kelas tetapi mereka sering belajar bareng, istirahat bareng sampai Dina semangat belajarnya meningkat drastis karena memiliki teman seceria dan sebaik Siska, mereka saling support satu sama lain, ketika Dina sedang malas belajar Siska selalu memberi semangat kepada Dina, jika salah satu dari mereka punya masalah, mereka saling memberi saran dan memberikan solusi. Mereka berdua adalah orang yang sama-sama memiliki harapan dan ambisi yang sangat luar biasa, setiap hari mereka belajar bersama setelah pulang sekolah. 2 tahun lamanya Dina dan Siska menjalani pertemanan saking akrabnya pertemanan mereka itu seperti bulan dan bumi yang sulit dipisahkan,bahkan ada salah satu guru yang bilang bahwa mereka seperti anak kembar yang kemanapun pasti bareng.

Hingga akhirnya waktu ujian kelulusan pun tiba, mereka terpisahkan oleh waktu karena mereka sibuk mempersiapkan untuk ujian kelulusanya masing-masing, mereka jarang bertemu di kantin atau bahkan di jalan. Dina merasa sedih karena sekarang tidak pernah bertemu lagi dengan Siska, Dina kehilangan sosok yang ia kenal sebagai penyemangatnya, penghiburnya, dan keceriaan Dina hanya ada pada Siska saja, sebab Siskalah yang menemani Dina saat dia mengalami keadaan yang sangat buruk di hidupnya. Dimana Dina selalu dibully oleh teman-temannya dulu, dijauhi dan tidak ditemani. Tetapi teman-teman Dina yang dulu sangat berbeda dengan teman-teman nya yang sekarang, seperti Siska yang tidak pernah membuly Dina, tidak pernah melihat Dina dari sisi manapun, menerima Dina apa adanya walaupun Siska sendiri yang terlahir dari orang kaya.  Walaupun harus berpisah Dina harus tetap semangat, fokus ujian agar nilainya sesuai dengan apa yang diharapkan  untuk mewujudkan mimpinya dan Dina pun berdoa agar ia dan  Siska bisa sama-sama mewujudkan impiannya dan sukses bersama.

Hari pelaksanaan ujian kelulusanpun tiba, Dina hanya bisa berdoa dan pasrah semoga apa yang sudah ia kerjakan dengan sungguh-sungguh akan membuahkan hasil. Setelah ujian kelulusan telah selesai, pengumuman kelulusan akan diumumkan pada hari Senin yang akan datang. Rasanya Dina sudah tidak sabar melihat hasil dari kerja kerasnya selama ini. Pada akhirnya waktu yang ditunggu-tunggupun tiba, Dina datang ke sekolah dengan perasaan khawatir takut nilainya tidak sesuai dengan apa yang diharapkan, sesampainya di sekolah Dina langsung menuju ke papan pengumuman yang ada disamping kantor yang sudah dikerubungi oleh banyak siswa, setelah Dina mencoba untuk melihat hasil pengumuman yang ada di papan akhirnya dia mendapati namanya dan tak terasa air matanya pun menetes diseragam yang Ia pakai saat itu, Ia meneteskan air mata bahagia karena mendapatkan nilai yang Ia harapkan dan mendapat predikat terbaik disekolahannya.

Selasa adalah hari wisuda semua siswa kelas 12, Dina datang bersama ibunya memakai pakaian sarimbit yang anggun.  Dina tampak tidak sabar untuk naik ke panggung  sekaligus wisuda. Akhirnya Dina benar-benar mendapatkan nilai yang bagus, prestasi yang Dina miliki itu membuat Kepala Sekolah memanggil ibu Dina naik kepanggung untuk menerima piagam dan hadiah, karena anaknya, Dina mendapatkan peringkat atas dan juga pihak sekolah  memberikan Dina beasiswa penuh untuk melanjutkan ke perguruan tinggi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.