Bukan Aku Yang Hebat, Tapi Doa Ibuku Yang Kuat
Karya: kharisma Shafrani
Menjadi mahasiswa adalah sebuah kesempatan besar mereguk dalamnya sumur ilmu pengetahuan. Begitu pun dengan kampus impian. Calon mahasiswa akan berlomba-lomba memperjuangkan kampus impiannya. Namun, langkah pertama yang paling penting bagi seorang penuntut ilmu adalah ridho orang tua.
Sasa, anak pertama dari tiga bersaudara. Ayahnya hanyalah seorang pedagang kaki lima, tapi keluarganya selalu menomorsatukan pendidikan. Saat ini ia duduk di bangku kelas 12 SMK. Universitas Gadjah Mada menjadi kampus impian Sasa. Namun banyak yang meragukan mimpinya. Banyak pula omongan dan hinaan dari teman-temannya.
“Mimpi banget anak SMK mau masuk UGM!”
“Masuk SMK ngapain sih kuliah, mending kerja lah.”
“Anak pedagang kecil sok banget mau kuliah.”
Dan masih banyak lagi omongan-omongan dari teman-temannya yang merendahkan Sasa.
Anak pertama dari tiga bersaudara itu selalu menceritakan semuanya pada sang ibu. Beruntung ibu Sasa adalah pendengar yang baik untuk anaknya.
“Tak apa, Nak. Jadikan hinaan mereka sebagai semangat perjuanganmu. Ayah, ibu selalu berjuang demi pendidikan yang terbaik untukmu,” tutur ibu Sasa sambil memeluk anaknya yang sedang menangis.
“Baik, Bu. Doakan Sasa selalu ya, Bu.”
“Pasti, Nak. Doa ibu selalu menyertai Sasa.”
Keesokan harinya, saat Sasa di sekolah. Guru BK memanggil nama beberapa siswa kelas 12 salah satunya Sasa. Semua siswa yang dipanggil langsung bergegas menuju ruang BK.
“Semuanya sudah datang?” tanya Bu Putri, guru BK Sasa.
“Sudah, Bu,” jawab para siswa.
“Baiklah anak-anak, dikumpulkannya kalian disini karena ada kabar baik untuk kalian. Jadi kalian terpilih sebagai siswa eligible, yang mana kalian mendapat kuota untuk mendaftar SNMPTN di kampus impian kalian,” jelas Bu Putri dengan bahagia.
Semua siswa yang ada di ruang BK turut merasa bahagia karena mendapat kesempatan emas itu.
“Jangan sia-siakan kesempatan ini, silahkan gunakan nilai raport dan piagam yang kalian punya untuk mendaftar nanti. Kalian masuk siswa eligible juga karena nilai kalian tinggi, karena usaha kalian sendiri, ibu bangga sama kalian.”
“Siap, Bu Putri. Terima kasih banyak sudah mendidik dan mengajar kami, Bu,” jawab salah satu siswa.
Tetibanya di rumah, Sasa langsung menyampaikan pada ibunya dengan gembira. Ibunya pun merasa sangat bangga dengan Sasa.
“Wah, selamat ya anakku. Ibu bangga sama kamu, semoga ini menjadi langkah awal yang baik untuk kamu ya, Nak.”
“Doakan Sasa selalu ya, Bu.”
Perjuangan baru akan dimulai. Sasa menyiapkan segala berkas yang diperlukan untuk mendaftar SNMPTN.
Hari demi hari berlalu, hingga akhirnya tibalah hari pengumuman hasil SNMPTN. Semua siswa menunggu dengan takut, termasuk Sasa.
“Sudah jam 15.00 silahkan bisa dibuka pengumumannya,” ucap Bu Putri.
Semua siswa segera membuka pengumuman itu. Ada yang lolos, ada pula yang tidak lolos. Sasa hanya terdiam sambil menahan air matanya. Ia mendapat ucapan semangat, bukan selamat, pertanda tidak lolos.
“Kamu ga lolos ya, Sa? Kasian banget haha.”
“Katanya anak pintar, kok ga lolos si.”
“Percuma pintar di kelas tapi ga masuk kampus impian!”
“Lagian kalo lolos mana mampu dia bayar kuliahnya.”
Lagi-lagi Sasa mendapat hinaan dari temannya. Ia semakin sedih mendengarnya.
Sesampainya di rumah, ia langsung memeluk ibunya sambil menumpahkan air matanya yang sudah ditahan dari sekolah tadi. Ibunya tak tahu apa yang terjadi pada anaknya. Sang ibu hanya mengelus anaknya sambil menenangkan.
“Ibu, maaf Sasa belum bisa jadi sesuai harapan ibu,” ucap Sasa sambil menangis tersedu-sedu.
“Kenapa, Nak? Mengapa Sasa ngomong gitu? Ada apa di sekolah coba sini cerita sama Ibu.”
“Sasa ga lolos SNMPTN Bu, teman-teman Sasa banyak yang lolos tapi Sasa ga lolos.”
“Loh gapapa dong, kan masih ada jalur lain. Perjuangan Sasa masih panjang lho, Nak. Gagal itu gapapa, gapapa bangetkan namanya juga lagi berjuang. Masih banyak jalan-jalan panjang yang bisa Sasa lalui, Nak,” tutur ibu Sasa.
Sasa berusaha menenangkan dirinya, mengumpulkan energi untuk bangkit kembali.
“Baiklah, Bu. Sasa coba daftar jalur lain boleh ya, Bu?”
“Sangat boleh anakku, yang terbaik untuk kamu selalu ibu dukung, Nak.”
Setelah melewati masa sedihnya, Sasa memutuskan untuk mendaftar jalur SBMPTN dengan dukungan dan doa ibunya.
Di tengah kesunyian malam, angin berteriak bising membangunkanku dari tidur lelapku. Jam menjukkan pukul 02.00. Sasa mendengar tangisan lirih ibunya yang sedang berdoa setelah sholat tahajud. Ibunya mendoakan agar Sasa dapat lolos di kampus impiannya.
“Ya Allah terimalah anakku di kampus impiannya, hamba ingin anakku lolos.”
Doa-doa panjang terus terucap dari mulut ibunya, mendoakan yang terbaik untuk Sasa.
Sasa yang mendengarpun ikut menangis lirih, betapa kuat doa ibunya untuk mendoakan anakya.
Keesokan harinya tibalah saat pengumuman hasil SBMPTN. Sasa memutuskan untuk membuka di rumah saja agar ditemani ibunya. Ia takut jika dirinya akan gagal lagi.
“Ibu aku takut gagal lagi, Bu.”
“Bismillah Nak, ayo dilihat hasilnya.”
Sasa tidak berani melihat hasilnya, ia memutuskan agar ibunya saja yang melihat. Dan hasilnya….
“Nak, selamat kamu lolos. Ibu bangga sama kamu!” ucap ibunya dengan bahagia dan terharu.
“Hah? Beneran Bu?”
Akhirnya Sasa melihat hasil pengumumannya dan dirinya lolos. Ia langsung memeluk ibunya.
“Selamat, Nak. Kamu hebat anakku,” peluk ibu dengan hangat.
“Bu, bukan aku yang hebat. Tapi doa ibu yang kuat.”
Doa ibu mengalir deras untuk kebaikan putra-putrinya.
-TAMAT-