Cerpen

HANCUR LEBUR SUBUR TERTABUR

Karya : Saiful

Gemercik aliran air sungai menjadi sebuah musik alami nan indah dipadukan pula dengan simfoni dari burung-burung yang saling bersyair dari dalam rindangnya pepohonan sehingga menambah suasana tenteram disana. Desa Alang Rindang namanya, sebuah desa kecil di daerah Jawa Tengah yang tak terlalu jauh dari pusat kota dan masih terjaga keasrian alamnya. Di sanalah hidup puluhan keluarga yang menempati rumah-rumah sederhana salah satunya keluarga dari seorangan anak yatim piatu yang periang bernama Galang. Dia hanya hidup bersama kakeknya selepas kepergian ibu dan ayahnya semasa dia masih balita.

            Walau hanya hidup bersama kakeknya, mereka hidup berkecukupan. Galang pun tumbuh menjadi pribadi yang kuat, pemberani, dan memiliki sifat kepekaan sosial yang tinggi. Itu didukung karena kakeknya adalah seorang veteran perang yang pernah ikut dalam misi kemerdekaan bangsa Indonesia dulu. Melalui cerita-cerita yang sering disampaikan beliau, Galang memiliki motivasi tinggi untuk menjadi seseorang yang bermanfaat bagi orang lain dan mampu memberikan kontribusi untuk bangsa. Sehingga dia sangat rajin belajar dan menjadi anak yang sangat berprestasi disekolahnya.

Usaha pun tak mengkhianati hasil,  dari kerja keras serta ketekunan belajarnya dia mampu mencapai tingkat perkuliahan melalui jalur beasiswa dan mendapat nilai tertinggi di saat wisuda. Dan semenjak itu dia sudah membulatkan tekad untuk terjun ke masyarakat dengan tujuan mulia mencerdaskan setiap insan di Indonesia.

“Lang, sini kakek mau bicara sebentar.” Ucap kakeknya sembari duduk di kursi goyangnya.

“Iya kek, ada apa?” Gilang pun menyahut.

“Kamu kan sudah lulus kuliah, pastinya setelah ini ada keinginan kedepannya ya, lantas apa yang akan kamu lakukan setelah ini?” Tanya Kakek.

“Bismillah, Gilang nanti mau mengabdi kek. Nanti bareng temen  Gilang, Aris. Kita akan menjadi pengajar di desa terpencil daerah Nusa Tenggara Timur.” Ucap dia.

“Sangat bagus lang, jadilah pengajar yang amanah yaa. Jika kamu mempunyai kemampuan maka kamu punya tanggung jawab besar pula di pundakmu.” Ucap Kakeknya

Sejak hari itu dia pun memegang kata-kata dari kakeknya dan menjadikan sebuah kekuatan diri dalam menjalani jalan perjuangan di depan. Dan pada hari itulah saat-saat terakhirnya bercengkrama bersama kakeknya, karena sehari setelahnya Gilang dan Aris akan melakukan perjalanan menuju Nusa Tenggara Barat untuk menjalankan misi kemanusiaan yang mereka ambil.

Hilir mudik warga desa berlalu lalang, dan banyak yang berkumpul di kediaman Gilang untuk mengiringi keberangkatannya. Hal ini sangatlah membuat warga desa Alang Rindang bersedih hati karena Gilang salah satu pemuda kebanggaan desa. Dia mampu memberikan berbagai aksi nyata dan hasil nyata untuk keberlangsungan warga desa, seperti membuat kicir air pembangkit listrik, kebun hidroponik, taman baca, dan masih banyak lagi. Hal tersebut membuat Gilang dianggap sebagai orang yang berpengaruh dalam desanya.

Matahari memancarkan sinarnya menandakan siang hari telah datang. Aris pun datang dengan motor bututnya langsung menuju ke Bandara untuk berangkat ke lokasi mengajar. Dengan diiringi salam serta do’a dari warga desa Aris dan Gilang kemudian pergi meninggalkan desa menuju ke bandara dengan menempuh perjalanan 6 jam lamanya. Sampai di Kota Nusa Tenggara Barat lalu dilanjutkan menuju desa terpencil itu yang mengambil waktu sampai 5 jam dengan kendaraan bermotor, karena jalan menuju desanya tidak bisa oleh kendaraan roda empat dikarenakan memasuki hutan-hutan lebat.

Sesampainya mereka di desa yang akan menjadi tempat Pengabdian desa itu adalah bernama Desa Opus yang terletak di dalam hutan jauh dari sudut kota. Di sana mayoritas penduduknya adalah penambang emas, namun dengan banyaknya galian tambang emas yang dikelola oleh orang kota hal ini tidak menjadi warga desa yang menjadi pekerja mendapat kesejahteraan. Sarana dan prasarananya sangat kurang memadai dan terbilang berbahaya karena kurangnya keamanan disana. Dan hal yang paling miris adalah karena adanya sindikat perbudakan yang ada disana, dengan cara memperkerjakan penduduk desa dari usia dini sampai tua renta yang minim pengetahuannya dan kemudian tanah desanya di eksploitasi oleh para pengusaha kota. Dari hal itulah Gilang dan Aris mempunyai tantangan untuk memberikan hak penduduk agar tidak dimanfaatkan para pengusaha keji itu.

Rumah sementara meraka disediakan oleh pak kepala desa, dan disana mereka disambut baik warga desa, dengan dikumpulkan dalam kediaman kepala desa mereka berbincang-bincang ria dan sangat ramah lalu setelah dijelaskan tujuan kedatangan mereka berdua disitu, warga desa langsung menerima dan tak sabar untuk belajar bersama. Kalangan muda bahkan tua memiliki inisiatif tinggi untuk belajar.

“Hore ada bapak guru di desa kita.” Ucap riang salah satu anak      

“Selamat datang bapak guru, kami tidak sabar buat belajar bersama nanti.” Timpa orang tua yang berada di sampingnya.   

“Alhamdulillah kami disini diterima dengan baik oleh semuanya, semoga amanah ini nanti bisa kami laksanakan sebaik mungkin. Semuanya semangat ya.” Ucap Aris dengan nada bahagia      

“Iya Bapak” Ucap sorak warga desa 
            Malam hari pun tiba, mereka berdua langsung diajak duduk bersama pak kepala desa, beliau bernama Bapak Thomas, dalam obrolan malam itu pak Thomas sedikit membawa wajah kecemasan dan pengharapan terhadap Gilang dan Aris. Kemudian beliau pun menyampaikan segala keburukan di desanya yaitu tentang eksploitasi alam dan pekerja yang dilakukan oleh para pengusaha kota. Pak Thomas sendiri bercerita bahwa dirinya pernah melakukan perlawanan tapi selalu saja mendapat ancaman pembunuhan dari mandor yang mengawasi disitu. Sehingga sudah tidak ada keberanian lagi untuk menghentikan eksploitasi tambang tersebut, dari hal ini Gilang dan Aris pun merasa prihatin dan bertekad untuk turut serta membantu mengusir para orang serakah tersebut dari desa ini.

Berbulan-bulan mereka berdua disitu, dengan mendirikan sebuah sekolah kecil dengan satu bilik di rumah pak Thomas, mereka melakukan kegiatan belajar mengajar bersama warga desa. Hal ini pun sontak diketahui mandor tambang yang merasakan bahwa kegiatan mereka berdua telah membuat para pekerja lebih memilih belajar daripada menambang dan alhasil produksi tambang berkurang setiap bulannya. Melihat hal tersebut mandor tambang pun mendatangi tempat mereka melakukan kegiatan belajar.

“Hei, kalian…. Pantas saja hasil tambang mulai berkurang, kalian malah santai-santai disini.” Gertak mandor tersebut.

“Maaf pak, ada yang bisa kami bantu?” Ucap Gilang sambil menenangkan.

“Ini pasti ulah kamu ya, yang membuat warga malas-malasan menambang?” Ujar mandor

“Mereka butuh belajar juga pak, lagipula belajar disini pun hanya pagi hari dan satu jam saja.” Jawab Gilang

Kemudian mendengar jawaban dari Gilang, amarah mandor pun memuncak. Dia langsung melayangkan pukulan keras dan sampai membuat gilang jatuh. Kemudian langsung dipisah Aris dan warga desa, disaat itu warga desa pun hampir saja ingin membalasnya namun tidak diizinkan oleh Gilang, karena menurut dia hari ini belumlah waktunya. Sehingga mandor pun lalu pergi dan mengingatkan semua warga desa jika tidak kembali melakukan pertambangan dan hasilnya berkurang maka diancam desa mereka akan dibuat miskin dan diputus dari aliran listrik serta aliran air. Mendengar ancaman itu warga desa pun melemah kembali dan kembali menambang walaupun hasilnya tidak terlalu mereka rasakan.

Namun, ada salah satu pemuda yang melihat kejadian tadi merasa jengkel dia adalah Nate, dia sendiri sudah merasa muak dengan perlakuan mandor dan semua pengusaha kota yang memperkerjakan warga desa dengan semena-mena serta mengeksploitasi tanah desa mereka untuk kepentingan sendiri. Nate pun semenjak itu mulai menyebar propaganda dan mengajak semua warga desa untuk lebih sadar bahwa mereka sebenarnya seudah dimanfaatkan. Dan melalui pembelajaran yang ia dapat dari Gilang dan Aris, warga desa pun sebenarnya sudah mulai terbuka cara berfikirnya serta memiliki sedikit keberanian untuk melawan. Namun masih kalah dengan ketakutan yang ada.

Sejak hari itu, warga desa dengan dipimpin Nate pun melakukan pemberontakan kepada mandor. Tentu saja karena tujuannya demi kesejahteraan desa ini, Gilang dan Aris sendiri pada saat itu mengetahui keadaan tersebut dan dengan semangat membara mereka berdua pun turut serta dalam garda terdepan untuk mengusir para pengeruk alam. Dengan banyaknya warga desa yang melakukan pemberontakan mandor dan para penjaga pun kewalahan sehingga mundur  dan meninggalkan area pertambangan. Semenjak itu Gilang dan Aris berusaha membantu warga dalam pengambilan aset tambang desa kembali dengang mengurus surat-surat perizinan, dan hasilnya memang sangat memusakan. Tambang desa bisa berhasil dimiliki secara penuh oleh warga, dan nantinya akan dikelola bersama tanpa campur tangan orang lain. Gilang dan Aris pun memberikan pengetahuan tentang administrasi bertahap hingga di desa tersebut muncul bibit-bibit generasi hebat dan cerdas serta tidak lagi mudah dibohongi.

Kedamaian pun mulai muncul setelah tiga tahun lamanya semenjak perginya pengusaha kejam dari desa Opus, hasil tambang dikelola dengan baik dan diatur oleh warga desa sendiri sehingga hasilnya pun nyata dirasakan. Pembangunan desa sangat pesat dan kesejahteraan warga desa perlahan mulai terasa. Melihat hal itu Gilang dan Aris pun berencana pulang sebentar ke kampung halamannya di Jawa, karena sudah tiga tahun lebih tidak merasakan mudik dikarenakan terlalu nyaman di desa Opus.

Gilang dan Aris kemudian pamit izin kepada, bapak kepala desa dan warga untuk mudik ke kampung halamannya, semua warga desa pun membawakan oleh-oleh seadanya mulai dari hasil pertanian sampai hasil tambang yang disisihkan. Dan berdoa semoga diberi keselamatan.

“Bu… Pak…,  Gilang dan Aris izin pulang sebentar ya, nanti kalau sudah sampai kampung halaman kesini lagi.” Ucap Gilang dengan wajah sumringah.

“Iya Pak, nanti jangan lama-lama ya kesininya” Jawab anak kecil yang ternyata adik dari Nate.

“Hehe… siap” Jawab Gilang 
            Perjalanan pulang hari itu menjadi perjalanan terakhir bagi Gilang dan Aris, sialnya, mereka bertemu dengan mantan mandor pertambangan disaat sampai dihutan dekat dengan kota. Mantan mandor yang dulu mengelola tambang ternyata dia sekarang hidup sebagai preman yang hidup dikota dan semenjak diusir dari desa Opus dia hidup miskin di pinggiran perbatasan hutan dan kota. Melihat Gilang dan Aris yang hanya berdua dengan motor butu milik Aris. Mandor itu pun langsung membegal mereka dan menariknya kedalam gubuk  tua milik si mandor. Kemudian menghabisi mereka berdua dengan brutal dan kematian pun merenggut nasib dua pemuda malang ini. Jasad mereka dikubur didalam lebatnya hutan, hilang tak terendus oleh siapapun.

Keluarga Gilang yaitu kakeknya pun tidak mengetahui kalau cucunya itu akan pulang, dikarenakan dia tidak punya alat komunikasi. Aris pun sama tidak meberi kabar bahwa dirinya akan pulang karena sinyal yang ada pada desa tidak bisa digunakan. Dan akhirnya jejak mereka berdua pun hilang lenyap tidak ada sisa. Warga desa Opus pun setelah ditinggal berbulan-bulan dan tidak ada kabar akhirnya merasa sangat sedih, dan memunculkan banyak persepsi apakah Gilang dan Aris tidak akan kembali lagi. Namun, semenjak hilangnya kabar mereka berdua desa Opus masih terus berkembang berkat usaha dari Gilang dan Aris dan semakin besar menciptakan generasi hebat ditahun-tahun setelahnya.

»»»» »»» »» » ● « «« ««« ««««

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.