Puisi

Diksi Bujangan Tunas Kelapa

Oleh: Hadi Subhan

Pada afsun yang telah lalu
Menjamu takdir yang pilu
Jarak adalah fakta yang selalu membuatku semu
Pancarona pada elokmu, aksa terpikir dalam benakku

Laut Jawa serta selat Makassar adalah pemisah
Ribuan kilometer adalah aksa yang tak terarah
Langkahmu, adalah dawai yang mengusik
Mengusik pelan membuat pikirku berisik

Hasratku memilikimu adalah keinginan yang menggebu
Ingatkah? pada laut dengan ombaknya
Pada ancala dengan dinginnya
Pada langit dengan luas serta kecantikan warnanya

Sedangkan aku?
Pada malam aku berangan
Yang kudekap adalah kenangan
Berbulan-bulan berlalu, namun rasa tak pernah sayu
Takdir ini teramat kelam, haruskah aku menyalahkan tuhan?
Tidak Nona, aku berterima kasih pada-Nya
Atas ciptaan baiknya, dirimu adalah wujud cinta

Diksi kurangkai sebagai wujud kerinduan
Senyuman itu, adalah awal dari kedewanaan
Bagaimana mungkin, aku terdayuh pada rasa
Yang dirasa tak akan ada ujungnya

Teringat pada nyiur yang melambai
Yang menari mengiringi sebuah dawai
Akankah jamanika terbuka dengan takdirnya?
kurasa, engkau tidak kemana-mana Nona
Hanya saja kembali pada tulang rusuk yang sesungguhnya

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.