Feature

Sukarela dan Tanpa Pamrih, Inilah Sosok Relawan IEA

Indonesia Escorting Ambulance atau biasa disebut IEA nampaknya masih terdengar asing di telinga masyarakat. Namun sejatinya komunitas ini beriringan dengan kehidupan. Mengapa demikian? Sebab mereka bergerak di bidang kemanusiaan dengan fokus relawan pengawalan ambulan. Komunitas ini pertama kali dibentuk pada awal tahun 2017 oleh Nova Widyatmoko di Bekasi. Kemudian berkembang menjadi kurang lebih 50 Koordinator Wilayah (Korwil) yang tersebar di seluruh Indonesia, dimana pusatnya ada di daerah Jakarta. Tentu menjadi seorang relawan tidak semudah yang dibayangkan, suka maupun duka pasti pernah mereka alami.

Seperti halnya kisah Riyan Hadi Saputra, dia merupakan koordinator relawan IEA di kota Pekalongan. Ia mulai menjadi relawan dari tahun 2018, juga tahun awal terbentuknya komunitas IEA di Kota Pekalongan. Selain mengawal ambulance, relawan IEA juga turut membantu kegiatan Search And Rescue (SAR) dan kebutuhan kemanusiaan yang sifatnya mendadak. Sebagai seorang koordinator, Riyan harus selalu memahami kondisi yang dialami oleh anggotanya. Apalagi sebagian besar anggotanya bekerja dan ada juga yang masih duduk di bangku kuliah, oleh karena itu dirinya tidak menyuruh anggotanya untuk selalu stand by atau bisa dibilang sistem kerjanya fleksibel.

IEA memanfaatkan kemudahan berkomunikasi dalam sistem kerjanya. Mereka memiliki sebuah grup percakapan antara perwakilan Anggota IEA dengan driver ambulance di Pekalongan dan sekitarnya, kemudian ia bagikan informasi lanjutan kepada anggotanya. Di Pekalongan sendiri, jumlah anggota relawan yang masih aktif ada delapan anggota. Pada awalnya banyak orang-orang yang ikut bergabung. Namun setelah mengetahui bahwa tidak ada timbal balik yang menguntungkan, akhirnya beberapa memilih untuk tidak aktif sebagai anggota IEA

Ketika di tanya alasannya menjadi seorang relawan, Riyan sedikit sulit untuk menceritakan. Karena yang terpenting ia hanya ingin berguna untuk banyak orang.

Dalam menjalankan tugas sebagai pengawal ambulance, tentunya tidak lepas dari hal yang berkesan untuk dirinya. Selama ia menjadi seorang relawan, dia mendapatkan pelajaran kehidupan yang berharga.

“Dari kegiatan relawan ini saya bisa belajar bersabar mengendalikan emosi dan ego, dan belajar menjadi pemimpin di dalam sebuah organisasi,” ucapnya.

Dalam melakukan kebaikan, tentunya tidak selalu berjalan dengan mulus. Banyak hambatan yang dilalui Riyan seperti halnya kadang menemui pengendara yang ngeyel, tidak mau mendengarkan instruksi untuk memberi jalan ke ambulance. Namun ia tetap berprasangka baik, bahwasanya mereka tidak mendengar atau masih ada urusan yang penting.

Sebagai seorang relawan yang bekerja di jalan umum, Riyan sedikit berpesan kepada masyarakat untuk lebih sadar akan sebuah prioritas di jalan raya.

“Saya lebih berharap kepada masyarakat agar mereka lebih sadar dengan prioritas urgensi seperti mobil pemadam kebakaran, ambulan, mobil polisi dan yang lainnya,” tuturnya.

Selain itu, ia juga berharap kepada anggotanya agar jangan berhenti untuk membantu masyarakat di sekitar mereka. Kemudian yang paling penting yaitu ketika membantu masyarakat harus tetap mengutamakan keselamatan diri sendiri.

Riyan dengan keterbukaan menerima siapapun yang hendak bergabung dengan komunitasnya sebagai relawan, dengan menghubungi kontak atau melalui akun resmi instagram. Namun ia mengingatkan kembali bahwasanya sebuah relawan berkerja tanpa imbal balik dan tanpa mengharapkan imbalan. Karena masih banyak orang yang menganggap bahwa kegiatan mereka ada yang memberi gaji atau mendapat imbalan dari keluarga pasien.***

Penulis: Zidni Mubarok

Reporter: Zidni Mubarok

Satu Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.