Opini

IAIN Pekalongan Jadi UIN? Begini Pendapat Mahasiswa

IAIN Pekalongan telah resmi beralih menjadi UIN KH.Abdurrahman Wahid pada tanggal 8 Juni 2022 dengan diterbitkannya Peraturan Presiden Republik Indonesia nomor 86 tahun 2022. Dalam proses pengajuan alih status IAIN menjadi UIN, menempuh perjalanan panjang yang tentunya tidak instan. Ini dimulai sejak 2019 saat Ade Dedy Rohayana masih menjabat menjadi rektor IAIN Pekalongan. Sedari 2019, belum dijumpai kendala sampai menghambat proses peralihan status dan masih berjalan seperti biasa. Dimulai dari penyusunan tim alih status dan baru diresmikan tahun 2022. Kemudian menyusun proposal dengan melibatkan panitia yang terdiri dari pegawai dan dosen. Lalu dilakukan uji proposal dan diberi masukan oleh beberapa pihak. Proposal tersebut juga diberi dukungan oleh beberapa tokoh masyarakat dan pimipinan daerah seperti Gubernur, Bupati dan walikota yang ada didaerah Tegal, Pekalongan, Brebes, Batang, dan Pemalang. Keseluruhan proses dilaksanakan sesuai jadwal dan memperoleh banyak apresiasi dari beberapa kalangan.

Berkaitan dengan alih status tersebut, beberapa mahasiswa IAIN Pekalongan mengungkapan pendapatnya. Seperti yang sampaikan oleh Nur Yuliani dari jurusan Bimbingan Penyuluhan Islam semester 4, bahwasanya ia senang dengan beralihnya IAIN menjadi UIN namun karena merasakan prosesnya, tugas-tugas yang diberikan dosen pun menjadi lebih berat, salah satu contohnya adalah dari semester awal sudah dituntut membuat jurnal. Menurutnya, sarana prasarana nya pun belum cukup memadahi seperti lab dan tempat parkir. Sama halnya dengan yang diungkapkan Zuhdi Assyauqi dari jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam yang berpendapat mengenai sarana prasarana yang masih kurang dan menurutnya kendala yang dihadapi mahasiswa semester awal yaitu kurangnya praktek dalam pembelajaran karena praktek biasanya dimulai Ketika mahasiswa menginjak semester enam.

Begitu juga yang disampaikan Mafruroh, mahasiswa semester 6 jurusan Akuntansi Syariah bahwasanya ia senang dengan bertransformasinya IAIN menjadi UIN, karena setiap perubahan itu akan membawa prospek dan target yang berbeda. Ia juga bangga terhadap peralihan status ini karena akan menjadi semangat mahasiswa untuk giat belajar. Di sisi lain, Muna mahasiswa semester 11 jurusan Ekonomi syariah, juga mengungkapkan rasa senang dan bangga karena IAIN telah menjadi UIN, ia juga menyampaikan pesan agar pelayanan kedepannya bisa lebih baik lagi.

Lain halnya dengan empat pendapat diatas. Ipal, mengungkapkan kesiapannya atas alih status IAIN menjadi UIN. Ia mempelajari benyak pembaruan yang ada, serta mempersiapkan diri untuk beberapa ujian kedepan. Ia juga menyampaikan pesan agar mahasiswa giat belajar supaya bisa lulus cepat. “ pesan-pesan dari saya sih buat mahasiswa harus rajin belajar, supaya nanti lulusnya cepet,” tuturnya.

Dari berbagai macam apresiasi, pujian, dan rasa syukur mahasiswa, ada juga harapan-harapan yang nantinya bisa diwujudkan oleh universitas demi kebaikan kedepannya seperti pengadaan sarana prasarana dalam bidang pembelajaran juga infrastrukturnya. Seperti penambahan ruang lab, tempat parkir dan juga adanya pembelajaran dalam bentuk praktek pada semester awal.

Mengenai sarana dan prasarana, Mukhlisin selaku warek 3 menyampaikan bahwa untuk tahun ini masih penguatan bangunan-bangunan dan tetap ada proyek yang dikerjakan tetapi tidak terlalu besar. Namun untuk tahun depan jika tidak ada kendala, akan dibangun hall yang terintregrasi dengan UKM center dimana Gedung itu akan digunakan untuk berbagai acara seperti wisuda dan pusat pertemuan yang melibatkan banyak orang. Selain itu, akan dibangun juga administration center yaitu pusat layanan administrasi akademi di lingkup rektorat.

Adapun pesan yang disampaikan Mukhlisin kepada mahasiswa adalah jangan terlalu huforia dengan adanya transformasi IAIN menjadi UIN ini, karena ini menjadi sebuah peluang dan juga tantangan. Kita harus bersyukur dan tetap harus melihat masa kedepannya dengan meningkatkan mutu belajar di bidang akademik maupun non akademik, karena dua-duanya sangatlah melengkapi. Menurutnya eksistensi orang dimassa depan itu dilihat dari skill. “ menatap masa depan itu tidak harus dengan selembar ijazah, tetapi harus bisa dijawab dengan berbagai talenta atau kemampuan yang kadang diluar ijazah karena eksistensi orang di masa depan itu dilihat dari skill. Orang yang memiliki ijazah itu terkadang disebut ahli tetapi kurang ahli, oleh karena itu ketika mahasiswa mau lulus, harus punya keahlian dibidangnya masing-masing sehingga layak disebut sebagai calon sarjana.” pungkas Mukhlisin.

Penulis: Salsa Sabila

Reporter: Choerul Bariyah

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.