Cerpen

Lomba Ulang Tahun Sekolah

Karya : Intan

            Suasana dinginnya pagi membangunkan seorang gadis dari tidur lelapnya. Namanya Fina, Arfina Nataliana gadis cantik berkulit putih dan juga pandai. Ia menjalankan rutinitas pagi seperti biasa membantu ibu membereskan rumah, setelah selesai ia kemudian bersiap menuju sekolahnya.

            “Fina, Sarapan dulu, nak.” Ucap seorang wanita paruh baya.

            “Iya, Bu.”

            Fina berangkat sekolah dengan menggunakan sepeda. Ya, tak seperti kebanyakan siswadan siswi yang menggunakan kendaraan bermotor ke sekolah. Fina justru lebih suka menggunakan sepeda sambil menikmati pemandangan di perjalanan dan sejuknya udara pagi. Setengah jam perjalanan ia pun sampai di sekolahnya.

            Fina memiliki seorang sahabat yang bernama Alsinta Divani, yang ia panggil Sinta. Fina dan Sinta adalah siswi kelas 11 di salah satu SMA khusus putri di kotanya. Ya, sekolahnya berada di kota tak heran Fina membutuhkan waktu setengah jam dalam perjalanan menuju sekolahnya. Sedangkan Sinta, rumahnya berada tak jauh dari sekolah, Sinta berangkat sekolah dengan jalan kaki. Sinta memang orang kota tetapi tak jarang ia main ke rumah Fina yang berada jauh di desa.

            “Fina.”

            Baru saja keluar dari parkiran tiba tiba ada yang memanggil namanya. Merasa namanya di panggil seseorang, Fina pun berhenti dan menengok, ternyata sahabatnya Sinta yang memanggilnya.

            “Eh Sinta, ada apa sin?”

            “Engga ada apa apa Fin, mau ke kelas kan? Bareng yuk hehehee.”

            “Kirain ada apa kamu mah, iya ayo bareng, eh tunggu, Sin.”

            “Kenapa Fin? Ada apa?” Ucap Sinta panik.

            “Ini, ke kantin dulu yah, hehehee biasa nitip ini,” Jawab Fina sambil menenteng roti bolu buatannya kepada Sinta.

            “Hiiiih kamu mah kirain ada apa bikin panik aja.”

            “Hehehee maaf Sin,”

            “Iya, santai Fin. Yaudah, ayo ke kantin.”

            Mereka berdua pun pergi ke kantin untuk menitipkan kue bolu buatan Fina untuk dijual. Ya, Fina sering membawa jajanan untuk dijual di kantin sekolahnya. Hal ini ia lakukan sejak awal kelas 11 untuk bisa menghasilkan uang sehingga ia tak meminta uang jajan kepada sang ibu. Di mata Sinta, Fina adalah seorang anak perempuan yang pekerja keras. Fina tak pernah malu kepada teman temannya untuk berjualan di sekolah. Sinta bahkan kagum pada sosok Fina, meskipun dari keluarga sederhana Fina mempunyai semangat belajar yang tinggi, ia sering meraih peringkat pertama di kelasnya.

            Setelah menitipkan kue bolu di kantin mereka berdua pun masuk kelas untuk belajar. Hari ini kebetulan di sekolah mereka pulang lebih cepat karena ada persiapan ujian untuk kelas 12. Seperti kebanyakan siswa lain, Fina dan Sinta juga senang bisa pulang lebih cepat. Mereka sering menghabiskan waktu berdua jika ada momen pulang lebih awal seperti ini. Untuk menyelesaikan tugas di rumah Sinta atau untuk sekedar bermain melepas penat.

            “Fin, pulang sekolah mampir ke rumahku ya, kita bikin tugas kelompok yang  belom selesai,” Ucap Sinta saat jam istirahat.

            “Oke, Sin,” Jawab Fina seraya tersenyum.

            Fina dan Sinta memutuskan menghabiskan waktu diperpustakaan karena setelah istirahat selesai sudah tak ada pelajaran dan semua siswa di perbolehkan pulang dan belajar dirumah masing masing. Bel tanda habisnya waktu istirahat berbunyi, para siswa berhamburan keluar area sekolah untuk pulang, termasuk Fina dan Sinta.

            Berhubung Sinta berjalan kaki setiap ke sekolah, mereka pun berboncengan menggunakan sepeda milik Fina menuju rumah Sinta. Tak lama sampailah mereka di rumah Sinta.

            “Assalamualaikum, Bu, Sinta pulang,” Ucap Sinta.

            Kemudian keluarlah seorang perempuan cantik dari dalam rumah sambil menggendong anak laki laki kecil.

            “Waalaikumsalam, eh ada nak Fina,” Ucap beliau ramah.

            Fina tersenyum kepada wanita itu lalu mencium tangannya. Ya wanita itu adalah ibunya Sinta. Beliau sangat ramah dan juga baik, sedangkan anak kecil yang di gendongnya adalah adiknya Sinta. Menurut Fina, Sinta dan keluarganya sangat baik, karena meskipun mereka orang berada mereka tidak sombong dan senantiasa membantu orang yang membutuhkan.

            “Iya Bu, Fina mau main kesini, udah lama ngga main hehehee. Sekalian bikin tugas bareng Sinta, boleh kan Bu?”

            “Boleh dong, ibu juga kangen sama kamu, ayo masuk, nak.”

            Mereka pun masuk ke dalam. Fina dan Sinta menyelesaikan tugas tugas dari sekolah dengan serius. Di sekolah mereka sedang banyak banyaknya tugas karena menjelang ulangan kenaikan kelas, banyak guru yang memberikan soal untuk berlatih dirumah. Mereka juga sedang menyiapkan properti yang dibutuhkan dalam acara lomba kebersihan kelas yang akan di laksanakan dua minggu lagi. Kebetulan dua minggu lagi adalah hari ulang tahun sekolah mereka. Para panitia yang terdiri dari anggota osis sepakat untuk mengadakan berbagai macam lomba untuk menyambut hari spesial itu. Tak heran mereka sangat sibuk akhir akhir ini. Mereka berdua juga di tunjuk untuk mewakili kelas dalam lomba bulutangkis pada acara ulang tahun sekolah tersebut.

            Setelah cukup lama semua tugas mereka pun selesai, Fina memutuskan untuk pamit pulang. Setelah menempuh perjalanan cukup jauh akhirnya ia sampai dirumah.

            “Assalamualaikum, Bu.”

            “Waalaikumsalam, Kok baru pulang Fin?” Tanya Ibunya.

            “Iya Bu, tadi mampir kerumah Sinta ngerjain tugas sama nyiapin peralatan buat lomba kebersihan kelas.”

            “Lomba kebarsihan kelas? Kapan nak?”

            “Iya Bu, lomba kebersihan kelas dalam rangka menyambut hari ulang tahun sekolah, ada macam macam lomba Bu, aku sama sinta juga dipilih untuk ikut lomba bulutangkis. Acaranya dua minggu lagi Bu.”

            “Oh ya… waaah selamat nak, ibu bangga sama kamu,” Ucap ibu sambil memeluk Fina.

            “Tapi ingat ya, ini juga jadi ajang belajar buat kamu.”

            “Belajar apa Bu?”

            “Belajar untuk menjaga kepercayaan orang lain, nak. Dan tidak mengecewakan orang lain pula.”

            “kok gitu, Bu?”

            “Iyalah, dengan kamu dan Sinta dipilih sebagai perwakilan dalam lomba, itu artinya teman teman kamu percaya sama kamu dan Sinta, kamu jangan kecewakan mereka. Gitu nak, paham?”

            “Paham, Bu.”

            Hari demi hari terus berlalu, waktu menuju hari perlombaan tak terasa tinggal seminggu lagi, Fina dan Sinta pun makin giat berlatih sepulang sekolah. Pada suatu hari hal yang tak di duga terjadi. Saat itu Fina dan Sinta akan berlatih namun ada yang aneh dengan sikap Sinta, ia begitu dingin terhadap Fina. Fina merasa bingung, saat ia ajak ngobrol pun Sinta justru pergi dan tak menjawab. Kejadian ini sudah berlangsung selama tiga hari, itu artinya hari ulang tahun sekolah tinggal empat hari lagi dan mereka belum juga damai. Fina gelisah, ia pun memutuskan untuk cerita pada ibunya.

            “Ibu…,” Panggil Fina pada ibunya yang kebetulan sedang menyulam di ruang tv.

            Sang ibu yang mendengar anak perempuan memanggil dengan wajah murung ini pun berhenti dari aktifitasnya.

            “Kamu kenapa nak? Kok murung?” Ucap sang ibu.

            “Fina sedih bu, Fina bingung.”

            “Ada apa nak? Ayo cerita.”

            “Ada yang aneh sama Sinta, bu. Sinta diemin Fina, tapi Fina ngga tau sebabnya apa, Fina ngga ngerasa berbuat salah bu,” cerita Fina sambil menangis.

            “Fina, kamu udah coba tanya ke Sinta belum, kenapa Dia? Apa salah kamu? Coba kamu tanya dulu baik baik nak, setelah itu kamu coba minta maaf ke Sinta.” Kata ibu sambil memeluk Fina.

            “udah Bu, Fina udah berusaha ngomong tapi sinta malah pergi gitu aja”

            “coba besok kamu tanya lagi baik baik, nak.”

            Setelah cerita pada ibunya Fina kembali masuk ke kamar. Ia ingin menenangkan diri dan besok ia akan coba berbicara pada Sinta, sesuai saran sang Ibu.

            Malam berlalu begitu cepat. Udara segar kini datang kembali menyambut pagi, Fina telah siap dengan sepedanya, di perjalanan sekolah ia melihat sinta yang jalan kaki. Ia pun berusaha untuk mengejar Sinta dengan sepedanya. Namun ketika di panggil, Sinta justru mempercepat langkahnya dan Fina pun tertinggal jauh. Akhirnya Fina membiarkan Sinta dan tidak mengejarnya lagi, ia memutuskan untuk membicarakannya di kelas saja.

            Namun hari ini ternyata Fina gagal, sepanjang hari di sekolah Sinta terus menghindarinya, dikelas pun Sinta hanya diam. Ia tak banyak cerita seperti biasanya. Sangat jauh dari Sinta yang biasanya ceria. ia begitu dingin seperti es beberapa hari ini. Usaha demi usaha Fina lakukan untuk dapat berbicara dengan Sinta. Hingga akhirnya sisa waktu tinggal sehari sebelum perlombaan. Hari ini Fina bertekad untuk memaksa Sinta agar mau bicara sesampainya di kelas Fina kaget karena ada pengumuman bahwa Sinta memutuskan mundur dari pertandingan besok. Fina berlari kekelas untuk mencari Sinta.

            “Sinta…” teriak Fina denagn nafas yang ngos ngosan.

            Sinta yang melihat Fina datang justru beranjak bangun dari kursinya dan akan pergi namun Fina mencegahnya.

            “Tunggu, sin, maksud kamu apa? Tiba tiba mengajukan pengunduran diri tanpa sepengetahuanku kita ini partner Sin, kamu kenapa hampir seminggu ini dingin sama aku. Kamu diem kamu ngehindar aku salah apa Sin, ngomong jangan diem .” ucap Fina yang kini tak mampu lagi menahan air matanya.

            Namun lagi lagi Sinta hanya diam. Ia belum juga luluh, keadaan sekolah yang masih sepi membuat suasana semakn tegang. Setelah beberapa saat keheningan itu pecah oleh suara Sinta.

            “Aku mundur karena aku gamau partneran sama kamu.” Ucapnya sinis.

            “Tapi kenapa? Bukannya kamu seneng kita di pilih untuk ikut lomba? Aku salah apa Sin, sampai kamu menghindar selama seminggu ini? Padahal kamu tau berantem lebih dari tiga hari itu ngga boleh, Sin.”

            “Aku kecewa sama kamu Fin!” teriak Sinta.

            “Aku salah apa, Sin.”

            Sinta hanya diam, tak lama ia mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya. Rupanya ia mengeluarkan sobekan sobekan kertas yang ternyata kertas itu ialah surat penting untuk mengajukan beasiswa. Fina yang melihat itu kaget bukan main. Ia tak faham dengan maksud kertas kertas itu, kenapa sinta menunjukkan sobekan kertas sobekan itu? Dan kenapa bisa sobek, bukankah itu berkas penting? Kertas itu adalah syarat penting untuk mengajukan beasiswa. Ya, Sinta juga anak yang pandai, dia dan Fina langganan beasiswa di kelasnya. Fina tau berkas itu sangat lah penting, tapi Apa hubungan kertas sobek itu dengannya.

            “Tapi, Sin apa hubungannya kertas ini sama aku?”

            “Kata Distia kamu yang nyobek kertas ini, kamu tahu kan berkas ini penting Fin. Ini buat ngajuin beasiswa.”

            Fina kaget mendengarnya, ia tak merasa menyobek kertas tersebut, memang saat itu sinta menitipkan berkas padanya untuk dikumpulkan di kantor tapi bukan ia yang menyobek kertas itu. Sinta pergi begitu saja dan keadaan pertemanan mereka berdua belum juga membaik. Saat istirahat Sinta sendirian pergi ke kantin suasana kantin nampak sepi saat itu, sehingga pembicaraan para siswi terdengar jelas. Ada satu pembicaraan yang membuat Sinta terkejut bukan main.

            “Yes akhirnya mereka berdua berantem gara gara aku adu domba, jadi berkasnya si Sinta aku rusakin, tapi aku bilang yang ngerusak berkas itu si Fina. Sampe sekarang mereka belom damai dan si Sinta malah mengundurkan diri. Itu artinya kesempatanku buat menang lomba terbuka lebar.”

            Mendengar hal itu sinta langsung menghampiri siswi tersebut, dan menanyakan maksud omongannya tadi. Siswi tersebut nampak terkejut melihat kehadiran Sinta di mejanya.

            “Oh jadi kamu pelakunya? Maksud kamu bilang tadi apa dis? Kamu yang nyobek berkasku biar aku sama Fina musuhan? Dan itu semua Cuma biar kamu juara besok? Kamu keterlaluan dis.” Bentak Sinta.

            Distia dan temannya yang mendengar itu hanya diam, ia tak menyangka bahwa perbuatannya di ketahui oleh Sinta. Sedangkan Sinta yang mengetahui hal keji itu langsung menuju ke ruang kepsek untuk melaporkan perbuatan Distia.

            Pada keesokan harinya saat lomba akan dimulai ibu kepsek yang juga panitia lomba mengumumkan bahwa Distia dan partnernya di diskualifikasi karena telah berbuat curang dan dia juga di hukum skorsing selama tiga hari. Sedangkan Sinta dan Fina akhirnya tetap bermain dan mereka berhasil menjuarai lomba tersebut.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.