Artikel Ilmiah Populer

Gerakan Antar Anak Sekolah dan Upaya mengatasi Fenomena “Fatherless” di Indonesia

Wali kota Budi Rustandi, mengeluarkan Surat Edaran Nomor 100/11-Pemt/SE/VII/2025 mengenai Gerakan Ayah Mengantarkan anak di Hari Pertama Sekolah. Gerakan ini menjadi awal yang positif dimana bisa memperkuat peran ayah dalam pengasuhan kepada anaknya. Gerakan Ayah Teladan Indonesia (GATI) tidak hanya bertujuan agar ayah berperan dalam pengasuhan anak, tetapi juga menjadi upaya untuk mengatasi persoalan serius di Indonesia, yaitu krisis figur ayah atau Fatherless.
Fenomena fatherless, baik secara fisik maupun emosional yang terjadi pada anak-anak menjadi sebuah permasalahan yang terjadi disekitar kita. Menurut data dari United Nations Children’s Fund (UNICEF), pada tahun 2021, sekitar 20,9% anak indonesia tumbuh tanpa kehadiran ayah. Fenomena ini sangat memprihatinkan karena anak-anak yang mengalaminya tidak memiliki hubungan fisik dan emosional yang dekat dengan ayahnya.
Gerakan ini memang tampak sederhana, yakni peran ayah untuk mengantarkan anak di Hari Pertama Sekolah. Namun, hal ini mampu menciptakan ikatan yang sangat kuat antara anak dan ayah. Hal ini juga mematahkan stereotip gender mengenai peran pengasuhan hanya diberikan kepada ibu. Kehadiran fisik dan emosional dari ayah dapat membuat anak-anak tumbuh dengan rasa percaya diri dalam mengambil keputusan. Lebih jauh lagi, GATI bertujuan agar ayah bisa berperan dalam pengasuhan anak agar mengatasi krisis figur ayah. Hal memerlukan kesadaraan bahwa ayah bukan hanya mencari nafkah untuk keluarganya, melinkan sebagai figur untuk anak dalam pembentukkan karakter, moral dan nilai-nilai dalam kehidupan anak.
Fenomena Fatherless dapat diatasi melalui perubahan pola pengasuhan seorang ayah. Salah satu caranya dengan membangun kedekatan emosional dan fisik antara ayah dan anak, misalnya melalui waktu berkualitas serta interaksi dari seorang ayah kepada anak. Melalui aktivitas semacam ini, ayah berkesempatan lebih memahami karakter dan kebutuhan anak, menjalin komunikasi yang terbuka, serta menunjukkan kasih sayang tanpa merasa canggung. Peran ayah pun sebaiknya tidak hanya sebatas sosok yang menemani bermain, melainkan juga menjadi teman yang siap mendengarkan, memahami perasaan anak, serta memberikan dukungan dan dorongan terhadap minat dan potensi yang dimiliki anak.
Tantangan selanjutnya dari gerakan ini adalah memastikan keberlanjutannya. Gerakan ayah mengantarkan anak harus menjadi dorongan dan upaya baru dimana budaya pengasuhan tidak hanya kepada ibu. Kehadiran, kepedulian, partisipasi ayah dalam setiap pertumbuhan yang menjadi harapan.
Namun, dibalik gerakan ini terjadi perspektif kontra di media sosial sebagai pengingat akan realitas yang ada di sekitar kita. Tidak semua ayah memiliki kesempatan untuk mengantarkan anak setiap hari, karena pekerjaan di luar kota atau status sebagai orang tua tunggal. Hal ini harus dibarengi oleh pemahaman dan empati terhadap berbagai kondisi keluarga.

Penulis: Putri Amanda

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.