Ketika Keinginan Hidup Bertabrakan dengan Kenikmatan Semangkuk Tteokpokki
Judul buku : I Want To Die But I Want To Eat Tteokpokki
Penulis : Baek Se Hee
ISBN : 978-623-7351-03-0
Penerbit : Penerbitan Haru
Desain sampul dan isi : Propanardilla
Penyunting : Lovita Cendana
Penerjemah : Hyacinta Lousia
Cetakan : 23
Tahun terbit : 2022
Jumlah halaman : 236 halaman
Peresensi: Rifa Aprila Durrotul Aisy
Buku dengan judul I Want To Die But I Want To Eat Tteokpokki ditulis oleh Baek Se Hee, penulis asal Korea Selatan. Dirilis pada tahun 2019, buku ini meraih best seller di Korea Selatan sehingga di terjemahkan dalam berbagai bahasa termasuk bahasa Indonesia. Buku ini berisikan esai tentang pengalaman pribadi penulis yang mengalami distimia (depresi ringan berkepanjangan) yang ditulis apa adanya. Dan juga, merupakan catatan pengobatan penulis selama sesi konsultasi dengan psikiater. Melalui tulisannya, penulis menceritakan secara rinci bagaimana gejolak emosi yang terjadi selama perjuangannya melawan distimia dan gangguan kecemasan yang berlangsung kurang lebih 10 tahun.
Di awal buku, pembaca akan dibawa untuk turut merasakan semua perubahan emosional yang dirasakan oleh penulis. Mulai dari mengalami penurunan minat, semakin tidak produktif, kehilangan ketertarikan terhadap aktivitas sehari-hari serta membandingkan dirinya dengan orang lain. Seiring berjalannya waktu, penulis bahkan mulai merasa rendah dan meragukan kemampuannya sendiri untuk memenuhi standar yang dia tetapkan untuk dirinya sendiri. Meskipun mungkin terlihat biasa dan baik-baik saja di luar, namun penulis merasa kecil di dalam hati. Banyak kecemasan dan kesedihan yang kerap kali muncul dalam dirinya. Dan pada akhirnya, penulis memutuskan untuk berkonsultasi dengan ahlinya.
Untuk bangkit dan melawan masa-masa sulit dalam hidupnya, penulis terus menjalani pengobatan, baik menggunakan obat maupun dengan cara melakukan konsultasi. Dan pada buku inilah banyak catatan mengenai percakapan penulis pada sesi konsultasi. Dari percakapan sederhana itulah membantu penulis dalam melihat segala sesuatu dalam sudut pandang yang berbeda.
Meskipun penulis merasa sedih ingin menangis dan merasa kosong dalam waktu yang bersamaan, sampai bepikir untuk mengakhiri hidupnya terbesit semangkuk tteokpokki dalam benaknya. Bahkan hanya dengan membayangkan betapa nikmatnya menyantap hidangan favoritnya, hati penulis menghangat dan menemukan sedikit kebahagiaan.
“Rasa percaya bahwa meskipun hari ini bukanlah hari yang sempurna, hari ini bisa menjadi hari yang cukup dan baik-baik saja. Rasa percaya bahwa hidup adalah ketika meskipun aku merasa depresi seharian penuh, aku masih bisa tersenyum hanya gara-gara sebuah hal kecil sekali pun.”
Dalam buku ini, penulis mengajak kita untuk memperhatikan dan menghargai setiap momen kecil di sekitar kita yang seringkali terabaikan. Dengan hal tersebut kita dapat mengubah cara kita melihat dunia dan menjalani kehidupan dengan lebih penuh kesadaran dan rasa syukur.
Isu yang diangkat dalam buku ini mungkin cukup familiar bagi beberapa membaca yang merasa relate dengan gejolak emosi yang dirasakan penulis. Dengan cover buku berwarna merah muda dan judul menarik menjadi daya tarik tersendiri pada buku ini. Dan hal paling penting adalah buku ini memiliki makna yang mendalam di setiap babnya. Kekurangannya adalah karena buku berisikan catatan pengobatan penulis, terdapat istilah-isilah asing yang sulit untuk dipahami.