Mengulik Batik Rifaiyah yang Sudah Minim Regenerasi
Batang–Jurnalphona.com Batik merupakan salah satu dari banyaknya budaya yang lestari di Indonesia, beragam jenis batik tersebar di Indonesia, salah satunya adalah Batik Rifaiyah, benarkah batik khas kaum Rifaiyah tersebut minim atau bahkan tidak ada penerusnya? Sabtu, (04/11).
Kampung Batik Rifaiyah atau Desa Kalipucang Wetan yang terletak di Kecamatan Batang, Kabupaten Batang, merupakan komoditas terbesar Batik Rifaiyah. Desa ini memiliki galeri dan workshop yang terletak di samping kantor kepala desa. Masyarakatnya menjadikan Batik Rifaiyah sebagai identitas sosial bahkan media dakwah. Hal tersebut mengacu pada motif-motif pada Batik Rifaiyah yang memiliki makna-makna tertentu.
Motif yang cukup unik adalah Benji, motif ini merupakan perlambangan makna bagi kaum Rifaiyah yaitu ben rukun dadi siji. Sebagai masyarakat yang minoritas, kaum Rifaiyah sangat menjunjung tinggi akan arti kerukunan, sehingga masyarakat Desa Kalipucang Wetan mampu hidup dengan harmonis ditengah keberagaman yang ada.
Batik Rifaiyah merupakan ciri khas yang dimiliki kaum Rifaiyah, sehingga tidak semua orang boleh melakukannya. Batik Rifaiyah cukup terkenal dengan sebutan Batik “Tiga Negeri.” Menurut para pengrajin batik, disebut tiga negeri karena dalam satu kain batik memuat tiga unsur warna, yaitu merah, biru dan cokelat.
Pengerjaan satu kain Batik Rifaiyah memerlukan waktu dua sampai tiga bulan, tidak heran apabila pengrajin batiknya adalah orang-orang yang sudah sepuh, menurut warga Desa Kalipucang Wetan, regenerasi sulit dilakukan, karena dari anak-anak muda sudah tidak ada yang berminat atau mau belajar membatik.
“Anak muda sudah tidak ada yang mau membatik lagi, selain karena rumit, membatik juga memerlukan ketelatenan. Sedangkan sekarang anak-anak sudah mengerti apa itu pulsa dan sebagainya,” ujar Yusrohati selaku pengrajin batik Rifaiyah.
Dengan jumlah masyarakat Rifaiyah yang minoritas, maka jumlah batiknya juga tidak sebanyak dengan batik-batik yang lain seperti batik Pekalongan. Batik Rifaiyah diproduksi secara manual tanpa menggunakan mesin, sehingga sungai-sungai yang ada di sekitar Desa Kalipucang Wetan, tidak ada yang tercemari limbah industri batik.
Anak muda sangat diperlukan dalam regenerasi warisan leluhur berupa Batik Rifaiyah khususnya bagi kaum Rifaiyah itu sendiri, karena batik-batik tersebut sudah sangat melekat menjadi identitas mereka
“Biasanya batik Rifaiyah itu dipakai pas acara-acara tertentu saja, seperti pengajian atau iring-iringan manten. Kalau orang Rifaiyah menikah nantinya saling bertukar batik Rifaiyah, yang laki-laki memberikan batik berupa kain jarik, sedangkan yang perempuan memberikan batik berupa sarung,” ujar Yusrohati
Dengan demikian, kesadaran pemuda-pemudi sangat diperlukan dalam keberlanjutan Batik Rifaiyah, apabila regenerasi tidak ada, tidak hanya Batik Rifaiyah saja yang hilang, akan tetapi julukan “Kampung Wisata.” juga akan hilang dari Desa Kalipucang Wetan.***
Reporter: Hadi Subhan
Penulis: Hadi Subhan