Artikel

Saatnya Adu Pendapat dalam Debat

pict by ridwansholeh.com

Melihat pamflet atau brosur di papan pengumuman alias mading tentang lomba debat, sebagian mahasiswa tak jarang malah mengernyitkan dahi. Seolah-olah mereka enggan mengikuti lomba debat tersebut. Bahkan mungkin ada sebagian yang berfikiran lomba debat itu kan buat orang-orang yang IQnya tinggi dan sebagian lain mungkin mengatakan ihh lomba debat apaan sih, lomba bacot doang. Memang nampaknya lomba debat ini menjadi jenis kompetisi yang kurang diminati dan jarang dilirik oleh sebagian mahasiswa. Padahal, manfaat lomba debat justru tak terhitung.

Lomba debat tidak hanya beradu argumen mengenai suatu topik untuk membantai pihak lawan lantas diambil pemenangnya. Lebih dari itu semua, Lomba debat dapat membantu mengasah pola pikir dan nalar alias logika. Saat debat, debaterpasti akan mengemukakan pendapat secara tertata alias sistematis sesuai dengan topik yang didebatkan. Dengan adu pendapat dihadapan tim lawan dan tentunya para dewan juri, mental debater akan  terasah. Semakin sering debater berargumen tentunya akan semakin berani dan percaya diri.
Selain itu, berargumen tidak melulu hanya sekedar berani dan mati-matian mempertahankan argumennya. Melainkan si debater juga perlu mengatur ataupun mengontrol emosi agar kompetisi debat nya tidak berujung pada debat kusir. Oleh karena itu, dengan debat melatih jiwa debater agar bisa bersikap terbuka terutama dalam menerima argumen, opini dan kritik dari pihak lawan.
Dengan adanya keterbukaan itu, seseorang tersebut alias debaterakan menjadi rendah hati untuk menerima berbagai perbedaan. Bisa dibayangkan kan jadinya jikalau saat debat si debater tidak rendah hati menerima perbedaan dan tidak mau kalah lantas merasa pantas menang? Pastinya akan menimbulkan chaos alias ricuh. Lebih parah lagi jika debat berujung ricuh itu dilakukan oleh segelintir orang pemegang kebijakan. Seperti yang pernah berlangsung sekitar bulan april tahun 2017 lalu, dilansir dari laman kompas.com rapat DPD ricuh hingga menarik rekannya lantas jatuh. Itu kan salah satu refleksi orang yang tidak mau menerima pendapat dan tidak mau kalah.
Tak hanya itu, peserta debat pun akan memiliki interpretasi baru tentang tema ataupun topik yang diperdebatkan, wawasan baru, dan tentunya pengalaman baru. Namun, akseptasi atau penerimaan argumen ini tidak berarti bahwa seseorang kalah dalam berdebat. Justru, debater akan berusaha berfikir keras dan analitis-kritis untuk kembali menyerang dan mematahkan argumen lawan yang tentunya dengan argumen yang lebih baik.
Meminjam istilah dari Socrates “Hidup yang tidak direfleksikan tidak pantas untuk dihidupi”. Lomba debat juga dapat untuk melakukan refleksi diri alias melatih kedewasaan. Alasannya, bahwa seyogyanya debat bukanlah ajang untuk menjatuhkan ataupun membantai bahkan membuktikan siapa yang kalah dan siapa yang menang, melainkan untuk menunjukkan kebenaran.Manfaat lebih akan didapat jika debat menggunakan bahasa asing. Selain mengasah otak, kemampuan bahasa asing pun akan meningkat, seperti bertambahnya kosakata baru dan pronounciationatau pelafalan semakin lancar.
Bagi mahasiswa yang disebut sebagai kaum intelektual harusnya mampu berfikir kritis dan analitis. Jadi, janganlah ragu untuk mencoba mengikuti kompetisi debat dimanapun dan ditingkat manapun.Caranya dimulai dari hal terkecil yaitu dengan berani berargumen didalam kelas saat teman kita presentasi.  Dengan berargumen maka kita berfikir. Seperti kata filsuf Descartes, “Saya berfikir, maka saya ada”. 

(Arini Sabrina)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.